JEPARA – Dari 21 Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten Jepara sampai akhir 2016,
hanya sembilan puskesmas yang telah terakreditasi oleh tim surveyor
akreditasi puskesmas dari Kemenkes.
Sembilan puskesmas tersebut yakni,
Puskesmas Tahunan, Bangsri I, Keling I, Welahan I, Mlonggo, Mayong II,
Kedung II, Keling II, dan Puskesmas Jepara kota. Pemerintah Kabupaten
Jepara pun menargetkan seluruh Puskesmas akan terakreditasi seluruhnya
pada 2019.
Ini demi peningkatan pelayanan di
fasilitas andalan masyarakat itu. “Dalam rangka peningkatan mutu dan
kinerja pelayanan puskesmas, kita menargetkan pada 2019 seluruh
puskesmas di Jepara insya Allah akan terakreditasi seluruhnya dari
pusat,” kata Bupati Jepara Ahmad Marzuqi.
Dari data Pemkab Jepara, di tahun 2015
sebanyak 6 Puskesmas telah selesai terakreditasi. Tahun 2016 menyusul 3
puskesmas juga telah terakreditasi.
Kemudian untuk tahun 2017 sesuai usulan
ada 8 puskesmas yang akan dinilai yaitu Puskesmas Donorojo, Mayong I,
Pecangaan, Kedung I, Kembang, Pakis Aji, Batealit dan Nalumsari.
Di pertengahan September hingga Oktober,
ada tiga puskesmas lagi yang diusulkan survey ke Komisi Akreditasi
Kementerian Kesehatan RI yaitu Puskesmas Welahan II, Bangsri II, dan
Kalinyamatan.
Kemudian untuk Puskesmas Karimunjawa
akan dipersiapkan pada tahun 2018. Akreditasi puskesmas, kata Marzuqi,
penting sebab merupakan ujung tombak dan sekaligus sebagai tolok ukur
pelayanan publik di bidang kesehatan.
Jika ujung tombaknya baik dan mampu
memberikan pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan, maka semuanya
akan baik. “Jika kepercayaan meningkat maka partisipasi masyarakat juga
meningkat,” ungkapnya.
Pelayanan
Peningkatan kualitas pelayanan puskesmas
diharapkan tidak kendor setelah akreditasi, tetapi harus lebih
meningkat. Akreditasi harus menjadi pemicu kinerja. Puskesmas tetap
berperan besar dalam kesehatan masyarakat. Salah satunya dalam menangani
kasus kematian ibu dan bayi.
Kepala Puskesmas Kedung I dr Lupi
Murwani mengatakan, salah satu program unggulan puskesmas adalah Gerakan
Peduli Ibu Hamil Resiko Tinggi (Gerdu Hati) yang menangani kasus anemia
dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil.
Atas data dasar pada salah satu desa di sana, terdapat 70 persen ibu hamil dengan kasus anemia dan 40 persen KEK.
Salah satunya karena kepercayaan akan
pantangan-pantangan mengkonsumsi jenis makanan masih kental di tempat
itu. Di antaranya cumi dan ikan pari.
“Warga setempat meyakini jika
mengonsumsi jenis lauk itu, bayi lahir menjadi lemas dan sebagainya.
Padahal dengan asupan gizi yang kurang menyebabkan ibu hamil menjadi
anemia dan KEK,” ujarnya.
Dijelaskan, setelah satu tahun program
Gerdu Hati digalakkan, angka ibu hamil dengan anemia dan KEK berhasil
turun. Dari angka 70 persen sekarang menjadi 45 persen. Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/2019-seluruh-puskesmas-terakreditasi/