KUDUS – Faktor utama
penyebab longsor di lereng Pegunungan Rahtawu, baik di tanah warga,
permukiman, maupun jalan adalah kemiringan lahan, yang beberapa di
antaranya hampir tegak lurus. Penanganan longsor tak bisa hanya
mengandalkan dana besar.
”Pengalokasian dana sebesar apa pun
sulit mengatasi kondisi alam,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang (PUPR) Kudus, Sam’ani Intakoris, kemarin. Selain
kemiringan lahan, juga tidak adanya saluran air di daerah itu.
Sebenarnya kondisi seperti itu dapat
diatasi atau paling dampak negatifnya diminimalkan dengan pembuatan
talut. Namun sebagian besar lahan milik warga.
Bukan persoalan mudah membuat talut
dengan memanfaatkan lahan warga, meskipun hal itu untuk kepentingan
mereka sendiri. Banyaknya lahan yang curam dipastikan akan menguras dana
sangat besar untuk pembuatan talut.
Dilematis
Camat Gebog, Saiful Huda menambahkan,
pengananan longsor di Kawasan Rahtawu dilematis. Selain kondisi sejumlah
lokasi yang memang rawan longsor, penataan lahan terkendala masalah
kepemilikan dan biaya.
Cuaca juga menjadi penentu terjadinya
longsor. Melihat kondisi wilayah, lahan di Rahtawu dan Menawan mempunyai
kemiringan tinggi di beberapa lokasi.
Tentu sangat sulit untuk mengubah
bentang alat itu. Selain itu, sering terjadi beda penafsiran antara
warga di sejumlah desa di lereng Pegunungan Muria dan warga di bawahnya.
Dicontohkan, andai terjadi longsor,
masyarakat lereng Muria menganggapnya hal biasa. ”Namun warga kota
menganggapnya sebagai kejadian luar biasa.”
Satu hal yang pasti, saat memasuki musim
hujan kewaspadaan warga sejumlah desa, terutama yang punya sejarah
longsor, harus ditingkatkan.
Namun warga Desa Rahtawu dan Menawan
mempunyai kemampuan tersendiri dalam membaca tanda-tanda alam. Pasalnya
mereka sudah sangat lama tinggal di kawasan tersebut. Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/kemiringan-lahan-memicu-longsor/