Menurut Indrastuti, geropyokan tikus merupakan upaya kuratif karena populasi hama tikus yang semakin tidak terkendali. Mereka merusak tanaman padi, dari waktu ditanam masih muda hingga panen. Bahkan, tidak jarang populasi tikus mengakibatkan petani gagal panen.
Karena itu, ia menyarankan kepada petani untuk mengembalikan mata rantai hewan yang bisa mengendalikan populasi tikus secara alami. Misalnya, pembuatan rumah burung hantu (rubuha) agar predator burung hantu bisa mengendalikan hama tikus.
Selain burung hantu, sejumlah predator yang saat ini mulai hilang di antaranya ular, burung elang, dan musang. Peningkatan populasi jangkrik juga dianggap bisa mengendalikan hama tikus melalui frekuensi suara yang dihasilkan.
“Bila kondisi terdesak, karena tikus sudah tidak bisa diatasi memang perlu geropyokan. Namun, cara paling efektif sebetulnya mengembalikan mata rantai hewan di kawasan persawahan, seperti hewan-hewan predator,” pungkasnya.
Sumber Berita : http://www.murianews.com/2017/03/18/110273/ribuan-tikus-di-kawasan-pertanian-kayen-dimusnahkan.html