Cari Blog Ini

Kamis, 23 Maret 2017

Semen Indonesia Klaim Belum Menambang di Kendeng Bertemu Jokowi, Petani Kontra Pabrik Kecewa

JAKARTA – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk mengklaim belum menambang batu kapur di Pegunungan Kendeng, termasuk di wilayah Rembang, sebelum tim yang dibentuk pemerintah pusat mengeluarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), April mendatang. Mereka berjanji menjalankan arahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktur Utama PTSemen Indonesia Rizkan Chandra mengatakan, keputusan itu mengharuskan mereka menggunakan bahan baku kapur dari daerah lain untuk proses uji coba pabrik. ”Tidak ada aktivitas di Gunung Kendeng. Semua bahan yang digunakan untuk uji coba pabrik berasal dari Tuban,” ujarnya di Jakarta, Rabu (22/3).
Sejak pendirian pabrik yang disusul sengketa di pengadilan, jelas Rizkan, PT Semen Indonesia belum pernah melakukan aktivitas tambang. Sebagai badan usaha milik negara, perusahaannya harus mematuhi seluruh keputusan pemerintah.
Merujuk izin lingkungan yang dikeluarkan Pemprov Jawa Tengah pada 2017, PTSemen Indonesia diperbolehkan membangun pabrik berkapasitas tiga juta ton per tahun di Rembang. Pemprov mengizinkan PT SI menambang batu gamping di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, penambangan tanah liat serta sarana dan prasarana di Desa Tegaldowo, Desa Kajar, Desa Pasucen, dan Desa Timbrangan di Kecamatan Gunem, serta Desa Kadiwono, Kecamatan Bulu.
Kegiatan lain yang diizinkan adalah pendirian pabrik dan utilitas di Desa Kajar dan Desa Pasucen, Kecamatan Gunem, jalan produksi di Desa Kadiwono, Kecamatan Bulu, serta jalan tambang di Desa Tegaldowo, Desa Kajar, dan Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem. Dimintai tanggapan tentang aksi cor kaki warga dan aktivis penentang pabrik semen, Rizkan enggan berkomentar. ”Tanyakan saja kepada para pengunjuk rasa.
Kami hanya menerima dan menunggu keputusan pemerintah,” ujarnya. Namun, Rizkan menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya petani Kendeng, Patmi, Selasa lalu. Sementara itu, pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Istana Negara, kemarin, turut dihadiri Gunarti, seorang petani asal Pegunungan Kendeng yang menolak pendirian pabrik. Usai bertemu Presiden, Gunarti mengaku kecewa dan menangis. Pasalnya, menurut dia, Jokowi menyatakan tidak mau mencampuri izin yang diterbitkan Gubernur Ganjar Pranowo. ”Pak Jokowi bilang, ‘ya itu kalau mengenai izin harus tanya sama Gubernur. Saya tidak ikut campur. Selama ini sudah komunikasi sama Gubernur atau belum?’ Jangankan komunikasi. Kami ini sampai melakukan apa pun, jangan sampai Pak Ganjar mengeluarkan izin dulu. Tapi, masalahnya gubernur sudah mengeluarkan izin,” ucap Gunarti yang mengenakan caping.
Dia menuturkan, para petani Kendeng pernah bertemu Presiden pada 2 Agustus tahun lalu. Saat itu, Jokowi menyatakan akan meninjau dan mengkaji kembali izin lingkungan untuk pabrik milik PT Semen Indonesia melalui kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Semua kegiatan pabrik dihentikan sementara, sampai urusan yang terkait dengan lingkungan hidup tuntas. Di sisi lain, menurut Gunarti, Mahkamah Agung sudah meminta agar izin operasional PTSemen Indonesia dibatalkan, namun gubernur mengeluarkan izin baru.
Di lain pihak, dalam pertemuan dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Presiden Jokowi mendorong agar para kepala daerah mampu menyelesaikan problem yang berkaitan dengan lingkup kerjanya. Jangan sampai setiap ada persoalan di daerah dibawa ke meja Jokowi dan meminta penyelesaian. ”Jangan sampai persoalan-persoalan daerah dibawa ke saya, dikit- dikit saya. Nggaklah,” katanya. Namun, dia tak secara spesifik menyinggung soal pabrik semen di Rembang dan apakah pernyataannya itu terkait dengan penambangan di Pegunungan Kendeng.
Seperti diketahui, sebagian warga penolak pabrik kemudian menggelar aksi cor kaki di depan Istana. Menurut Jokowi, jika semua persoalan di daerah diselesaikan oleh pusat, maka kepala daerah menjadi tak berguna. Seharusnya kepala daerah mampu mencari solusi. ”Nanti gubernur kerjanya apa? Bupati, menteri, kerjanya apa?” ujar Jokowi.
Dalam diskusi publik bertema ”Polemik Putusan MA dan Dampaknya terhadap Industri Semen”, di Bakoel Coffe, Jakarta, kemarin, praktisi hukum Mahendradatta menilai persoalan pabrik semen di Rembang hanya bisa diakhiri jika pemerintah secara tegas berpatokan kepada hukum. Keputusan Mahkamah Agung yang kemudian dipatuhi dan dijalankan oleh Gubernur Jawa Tengah dan PTSemen Indonesia, seharusnya tidak lagi membuka peluang bagi pihak lain untuk memaksakan kepentingannya melalui aksi jalanan. ”Mereka yang kontra terusmenerus melakukan aksi seperti cor kaki dengan berpatokan pada prinsip pokoke.
Pokokekalau ditambang akan merusak lingkungan. Mereka seharusnya menempuh jalur hukum kalau masih tidak bisa menerima,” katanya.
Ketua Kebijakan Publik Apindo Danang Girindrawardana menilai lembaga yudikatif belum sepenuhnya mendukung kebijakan Presiden yang terus berusaha menggenjot investasi dengan memangkas urusan birokrasi dan urusan administrasi/aturan. Dalam kasus semen Rembang, ia menilai hakim MA tak memahami persoalan investasi. Apalagi salah satu dasar keputusan adalah dokumen penolakan 2.501 warga yang di dalamnya terdapat nama Power Rangers, Copet Pasar, dan lainnya. ”Keputusan MA yang tidak didasari legal standing akurat telah berimplikasi terhadap iklim investasi. Saya memiliki data bahwa kasus Rembang ini telah menghambat 20-25% masuknya investor asing,” kata Danang.

Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/semen-indonesia-klaim-belum-menambang-di-kendeng/