SEMARANG – Ekosistem terumbu karang di Karimunjawa rusak parah. Kerusakannya tak kalah dengan yang terjadi di Raja Ampat, Papua.
Penyebab kerusakan adalah bersandarnya
tongkang di zona tradisional atau berada di kawasan Balai Taman Nasional
Karimunjawa (BTNKJ). Bahkan hal itu membuat sejumlah aktivis lingkungan
protes. Perwakilan Syahbandar Karimunjawa pun menegaskan, zona
tradisional diperuntukkan aktivitas nelayan dan tongkang tidak boleh
merapat sekalipun cuaca di perairan tidak bersahabat. ‘’Zona tradisional
digunakan untuk aktivitas nelayan.
Tongkang tidak boleh masuk, sekalipun
cuaca tak baik,’’ kata perwakilan dari Syahbandar Karimunjawa, Sutarto
saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi B DPRD Jateng di
Semarang, Selasa (21/3). Hadir dalam acara tersebut pimpinan dan anggota
Komisi B, Kepala Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa Agus Prabowo,
perwakilan Polairut, Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng dan LSM pegiat
lingkungan.
Menurut Sutarto, pihaknya sama sekali
tidak pernah mengeluarkan izin kapal tongkang bersandar di wilayah
tersebut. Dia menyadari, resikonya adalah terumbu karang akan rusak.
Ketua LSM Alam Karimun, Jarhanuddin mengungkapkan, kapal tongkang yang
bersandar di Karimunjawa dan merusak terumbu karang, sudah sering
terjadi.
Tak hanya pada Januari 2017 lalu saja,
pada tahuntahun sebelumnya sejak 2011 sering terjadi. ”Kami berharap
Dewan membentuk Pansus. Harapan kami ke depan ada penyelesaian tuntas
dan ada perbaikan terumbu karang yang rusak. Karena alam laut adalah
kehidupan kami,” ungkap Jarhanuddin yang merupakan warga Karimunjawa.
Dalam forum tersebut, pihaknya
mengungkapkan sejumlah bukti adanya kerusakan terumbu karang yang
disebabkan oleh tongkang. Amirudin dari Indonesia Coralreef Action
Network juga menunjukkan foto-foto tongkang yang bersandar, foto bawah
laut berupa karang yang sudah hancur.
Luasan terumbu karang yang rusak di
Karimunjawa mencapai 1.660 meter persegi, tersebar di sejumlah pulau
yakni di Pulau Cilik, Pulau Tengah, dan lainnya. Yang menjadi
pertanyaan, lanjutnya, mengapa kapal-kapal besar diperbolehkan bersandar
di Karimunjawa yang merupakan kawasan lindung.
Padahal, banyak terumbu karang. Agus
Prabowo, Kepala BTNKJ, menyampaikan sesuai ketentuan perundang-undangan
ada kategori tindak pidana pelanggaran juga unsur kelalaian atas
kerusakan terumbu karang yang terjadi. ‘’Karena kami tak punya
kewenangan pidana lagi, sudah dilimpahkan ke Dirjen Penegakan Hukum di
Surabaya, kami berharap (kasus ini) bisa segera diselesaikan termasuk
pemulihan ekosistem di kawasan konservasi,’’ papar Agus.
Kepala Seksi Wilayah I Kemujan BTNKJ
Iwan Setiawan mengungkapkan, rusaknya terumbu karang akibat kapal
tongkang yang dilaporkan ke pihaknya adalah pada Januari 2017 lalu serta
Februari 2017. Pada bulan itu, cuaca memang buruk dan banyak tongkang
yang bersandar. Namun, ternyata tali penambat kapal putus karena tak
kuat menahan arus kemudian menabrak terumbu karang dan menghancurkannya.
”Sejak awal tahun ini tercatat sudah dua
kali peristiwa kapal kandas dan menabrak terumbu karang di perairan
Karimunjawa. Akibatnya, ratusan meter persegi terumbu karang rusak,”
beber Iwan. Peristiwa pertama terjadi pada Januari lalu. Luas terumbu
karang yang rusak mencapai 200 meter persegi. Sementara, peristiwa kedua
pada Februari lalu pihaknya belum mengukur luas area terumbu karang
yang rusak.
”Kapal yang kandas dan menabrak terumbu
karang adalah kapal tongkang. Bukan akibat kesengajaan nakhoda, tapi
karena cuaca buruk yang mengakibatkan tali jangkar putus dan selanjutnya
kapal terseret arus hingga ke perairan dangkal,” terangnya. Sebagaimana
diketahui, Perairan Karimunjawa menjadi salah satu yang dilalui dalam
lalu lintas pelayaran Jawa-Kalimantan.
Selain kapal niaga, kapal tongkang
pengangkut batu bara hampir tiap hari hilir mudik di wilayah itu. Pada
musim baratan yang ditandai dengan cuaca buruk (gelombang tinggi),
banyak kapal berlindung di perairan sekitar pulau-pulau yang ada di
Karimunjawa.
Gelombang yang sangat tinggi kerap
memutus jangkar kapal yang diparkir di perairan dalam. Akibatnya,
tongkang terseret arus dan kandas di perairan dangkal yang banyak berisi
terumbu karang. Ketua Komisi B DPRD Jateng Chamim Irfani mengatakan,
ada dua kesimpulan dari pertemuan tersebut.
Pertama, masuknya tongkang menjadi
sumber permasalahan. Kedua, adanya desakan untuk membentuk panitia
khusus (Pansus) guna mencari solusi penyelamatan terumbu karang di
Karimunjawa. Hal itu akan diusulkan pada Bapemperda agar diakomodir di
tatib DPRD. Namun, lantaran butuh tahapan untuk pembentukan pansus, maka
dalam waktu dekat Komisi B akan melihat langsung ke lokasi terumbu
karang di Karimunjawa.
”Ketika tongkang masuk dan difasilitasi,
memunculkan efek sosial ekonomi. Kalau tongkang ndak boleh masuk dan
memang ditegakkan aturannya, selesai sudah urusannya. Tinggal mencari
solusi atas kerusakan terumbu karang,” kata Chamim. Hingga saat ini
belum ada nominal kerugian akibat rusaknya terumbu karang karena masih
dalam proses penghitungan berapa rupiah yang dibutuhkan untuk
konservasi.
Anggota Komisi B DPRD Jateng Riyono
mengusulkan melakukan judicial review UU Nomor 5 Tahun 1990 yang dinilai
tidak prolingkungan. Lantaran ancaman bagi perusak terumbu karang hanya
pidana 1 tahun dan denda Rp 50 juta. ”Akan konsultasi dengan pakar
hukum dan kemungkinan akan saya ajukan judicial review ke MK,” kata
Riyono.Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/terumbu-karang-karimunjawa-rusak/