PATI- Pemerintah desa dapat mencairkan
dana pembangunan, dari program Noto Projo Bangun Deso sebesar Rp 50 juta
perdesa. Namun, Bupati Pati Haryanto mengancam tidak akan memberikan 30
persen dari alokasi tersebut, jika pemerintah desa tidak dapat
melaporkan 70 persen realisasi kegunaan dana itu saat pencairan di tahap
pertama.
Bupati Pati Haryanto mengatakan,
pencairan dana Noto Projo dibagi menjadi dua tahap. Pencairan tahapan
yang pertama,sebesar 70 persen setelah Pemerintah Desa
(Pemdes) mengajukan prosal untuk pembangunan desa. Dana Noto Projo
bersumber dari APBD Pati yang dikucurkan untuk 401 desa sebesar total Rp
20,1 milyar.
“Tahapan yang kedua akan cair 30
persen setelah desa mampu memberikan laporan pertanggung jawabannya.
Kami memberikan batasan waktu hingga akhir bulan Juni 2017 nanti. Kalau
tidak bisa, desa tersebut memang kurang kompeten,”ujar Haryanto saat
sosialisasi pencairan Dana Noto Projo di Kantor Aula Dinas Pekerjaan
Umum dan PR, Kabupaten Pati, kemarin.
Menurutnya, waktu tersebut dirasa
sudah lebih dari cukup untuk pengajuan, realisasi pembangunan dan
melaporkan pertanggung jawaban. Pencairan Dana Noto Projo berbeda dari
tahun sebelumnya. Dulu presentasenya 75 persen di tahap pertama dan 25
persen di tahap kedua.
“Untuk tahun ini presentasinya
berubah menjadi 70 persen tahap I sedangkan tahap II 30 persen. Dana ini
sengaja cair di awal tahun agar tidak tumpang tindih dengan sumber dana
yang lain. Dalam pembangunan infrastruktur satu bulan itu sudah cukup
hingga pertanggung jawaban,”terangnya.
Haryanto, menghimbau agar
penggunaan dana tersebut, realisasinya digunakan sesuai dengan pengajuan
proposal. Dana itu nantinya tidak akan ada pemotongan sepeser pun
terkecuali untuk pembayaran pajak.
Apabila nanti ada temuan
penyimpangan dalam pemerikasaan oleh tim audit, maka di tahun berikutnya
tidak akan diberikan bantuan keuangan lagi. Selain itu, pemerintah desa
wajib mengembalikan dana dari temuan tersebut.
“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
pihak terkait lainya sering datang ke Pati, untuk melakukan pemeriksaan
pengunaan sumber dan realisasi dana desa. BPK biasanya sudah tahu desa
mana yang bermasalah, karena itu kewenangan BPK sendiri yang memilih
pemeriksaannya di desa mana,”imbuhnya.
Pemeritah Desa sebaiknya melakukan
konsultasi pada Pemda maupun pendamping desa, untuk pengunaan dana dari
pada nanti melakukan pembangunan tidak sesuai petunjuk teknis.Sumber Berita : https://www.patikab.go.id/v2/id/2017/04/06/bupati-ultimatum-penerima-bantuan-yang-tak-penuhi-/