KUDUS- Sejumlah hal
terkait pendistribusian pupuk bersubsidi di Kecamatan Undaan, Kabupaten
Kudus, dinilai semrawut. Setidak-tidaknya hal tersebut didasarkan atas
keluhan sejumlah pihak ketika dikumpulkan di kantor Kecamatan Undaan,
Kamis (20/4).
Handoko, petani dari Desa Larikrejo
menuturkan, pupuk bersubsidi jenis ZA dan SP-36 di tingkat pengecer
dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). Pupuk ZAdengan berat tiap
sak 50 kilogram ditawarkan Rp 90 ribu, padahal HET-nya Rp 75 ribu.
Adapun jenis SP-36 yang HET-nya Rp 110 ribu, dijual Rp 130 ribu per sak
bobot 50 kilogram.
”Pihak yang terkait harus
menindaklanjuti permainan harga pupuk bersubsidi itu.” Jika tidak segera
direspons, dia dapat melaporkan kepada pihak berwajib. Tidak hanya
merugikan, hal itu juga dapat mengancam hasil pertanian di Kecamatan
Undaan yang selama ini dikenal sebagai lumbung padi.
Berbagai keluhan terkait pupuk
diungkapkan sejumlah petani dan pengurus gapoktan dalam pertemuan
bersama pengecer, perwakilan produsen, unsur muspika, petugas penyuluh
lapangan (PPL) pertanian, serta Bagian Perekonomian dan Dinas
Perdagangan Kabupaten Kudus.
Tak Sesuai HET
Hampir sebagian besar petani mengatakan
pendistribusian pupuk kepada petani di daerah Undaan semrawut. Selain
tidak tepat waktu, harganya pun tidak sesuai dengan patokan HET.
ìPendistribusian pupuk harusnya disesuaikan kebutuhan petani. Jangan
disalurkan saat petani tidak butuh, tetapi kalau dibutuhkan malah tidak
ada,” kata anggota gapoktan dari Desa Kutuk, Ahmad Habib.
Beredarnya pupuk organik yang
berkualitas kurang bagus sehingga berpengaruh terhadap perkembangan
bibit tanaman juga dikeluhkan. Hasil dari pupuk berbentuk granula yang
biasa dipakai meningkatkan kesuburan tanah saat pengolahan lahan sebelum
tanam, justru tidak sesuai harapan.
Sekretaris Gapoktan Sidorejo Desa
Berugenjang, Karsono mengaku pernah mencoba penggunaan pupuk organik
yang dibeli dalam satu paket dengan pupuk urea, ZA, dan Ponska. Saat uji
coba pupuk organik untuk tanaman dalam polybag, bukannya tumbuh subur
melainkan malah mengering dan mati.
Penggunaan pupuk organik itu akhirnya
dihentikan. Petani tidak terlalu mempersoalkan keberadaan pupuk organik,
sepanjang sesuai dengan komposisi dan uji labnya bagus. Dalam pertemuan
itu, sebagian besar petani kecewa karena ketidakhadiran pihak
distributor CV Fortuna.
Pasalnya, petani tidak tahu solusi dari
persoalan pupuk. Kehadiran perwakilan PT Petrokimia Gresik untuk wilayah
Kudus, Sukowati, tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan.
Menurutnya, penditribusian pupuk sudah sesuai surat keputusan (SK) dari
dinas terkait dan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang
diajukan gapoktan.
Disebutkan, alokasi pupuk selama satu
tahun untuk wilayah Undaan, masing-masing ZA 1.165 ton, SP-36 357 ton,
NPK Phonska 1.658 ton, dan pupuk organik 1.148 ton. Untuk Januari- Maret
2017 alokasi ZA195 ton, tetapi realisasinya 198 ton. Adapun alokasi
SP-36 Januari- April 150 ton, tetapi hingga Maret sudah 292 ton.
Untuk NPK Phonska, alokasi hingga Maret
385 ton, dan realisasinya 735 ton. ìJumlah pupuk yang terkirim melebihi
alokasi yang ditetapkan. Realisasi bisa dilakukan setelah ada
rekomendasi dari dinas terkait.” Kasi Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan
Undaan, Rifai Nawawi menambahkan, pihaknya memfasilitasi pertemuan itu
agar persoalan pupuk yang dihadapi petani dapat terpecahkan.
Ia menyayangkan, ketidakhadiran
distributor mengingat jawabannya ditunggu. Distributor selalu tidak
datang tiap kali diundang dalam pertemuan. ӓPetani mendesak, kalau
distributor tidak mampu memberikan layanan yang baik, diganti saja.”Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/distribusi-pupuk-dinilai-semrawut/