Cari Blog Ini

Senin, 17 April 2017

Fungsi Hutan Untuk Kemakmuran

RANDUBLATUNG – Pembangunan bidang kehutanan di Indonesia ke depan harus berimbang antara fungsi hutan untuk produksi kayu, hutan sebagai sumber pangan dan hutan untuk kemakmuran masyarakat.
Ketiganya bisa terwujud dalam satu kawasan hutan dengan tetap mengedepankan kelestarian hutan.
’’Dari hutan akan tercipta forest for wood, forest for food dan forest for meat,’’ ujar Profesor M Naiem, guru besar UGM Yogyakarta, yang juga pakar kehutanan Indonesia dalam kunjungan kerjanya di petak 40 Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Kedungringin, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngliron pada Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung, Blora, kemarin.
Selain di Perhutani Randublatung, kunjungan dilakukan pula di Perhutani Cepu dan Perhutani Ngawi.
Kunjungan kerja bersama tim dari Fakultas Kehutanan UGM tersebut merupakan tindak lanjut dari program kedaulatan pangan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Mengoptimalkan Melalui program tersebut, seluruh stakeholder kehutanan bersama pemerintah daerah diminta mengoptimalkan fungsi hutan.
Caranya, dengan cara memanfaatkan ruang (jarak tanam) yang ada dalam sistem tanam pada hutan produksi dengan tanaman palawija dan peternakan.
’’Pembangunan hutan di Indonesia harus bisa memberikan manfaat dari sisi ekonomi kepada masyarakat sekitar hutan,’’ tegas M Naiem.
Menurutnya, tekanan terhadap keberadaan hutan akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Semakin bertambah penduduk maka akan semakin bertambah pula penyediaan pangan bagi mereka.
’’Kita tidak ingin hutan di Jawa ini menjadi termajinalkan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk. Pembangunan hutan harus tetap berjalan dan hutan harus lestari,’’ ujarnya. Guna mewujudkan hal itu, kata M Naiem, pembangunan hutan harus melibatkan masyarakat.
Caranya, dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat melakukan kegiatan penanaman palawija di dalam kawasan hutan. ’’Tanpa memberikan kesempatan kepada masyarakat desa hutan untuk berinteraksi, praktis keamanan hutan akan terganggu,’’ katanya.
Tumpangsari
Terkait dengan jarak tanam pada hutan jati yang dikelola oleh Perhutani, saat ini dilakukan demplot di KPH Randublatung, petak 27 RPH Banyuasin. Jarak tanam yang dicoba diterapkan adalah 6 x 2 meter, 8 x 2 meter serta 10 x 2 meter.
Di sela-sela jarak tanam tersebut di sediakan space untuk tanaman palawija berupa padi gogo yang penanamannya dikoordinasi oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Ngliron.
’’Perhitungan kami dengan jarak tanam tersebut jumlah tegakan akhir akan di dapatkan jumlah 200- 250 pohon jati per hektare yang diperoleh Perhutani. Di sisi lain, LMDH juga memperoleh hasil palawija berupa padi gogo dan tanaman lain,’’ kata M Naiem.
Hasil panen padi gogo itupun diharapkan menjadi produk unggulan yang dipasarkan di pasar. Untuk mewujudkan forest for meat, LMDH diajak bisa mengembangkan ternak sapi dengan pola kereman dan pakan yang dibutuhkan diambilkan dari sisa hasil pertanian dalam kawasan hutan berupa jerami dan tebon.
Dia menjelaskan, selain di Pulau Jawa, program serupa juga dilakukan di pulau-pulau lainnya di Indonesia dengan mempertimbangkan pula kondisi geografis setempat.
’’Keterlibatan masyarakat setempat tetap harus diutamakan sehingga program kedaulatan pangan yang dicanangkan presiden akan terwujud,’’ kata Naiem.

Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/fungsi-hutan-untuk-kemakmuran/