PATI-WINONG – Petani yang menggarap lahan
sewa untuk bertani kecewa dengan penerapan kartu tani. Hal ini
dikarenakan, petani hanya bisa mengambil jatah pupuk yang sesuai dengan
luasan lahan pertanian yang diajukan. Sedangkan kebutuhan bubuk bagi
petani biasanya terhitung lebih tinggi, karena biasanya mereka juga
menggarap lahan pertanian sewaan.
Karmijan, warga Desa Kudur
mengatakan, biasanya petani yang menyewa lahan pertanian hanya mendapat
surat perjanjian sewa saja. Sedangkan para penyewa biasanya tidak
memberikan kopian SPPT lahan kepada para penyewa. ”Biasanya, kami
mengajukan pembuatan kartu tani dengan lahan yang kami punya,” jelasnya
kemarin.
Warga Kudur yang lain, Marsan
menambahkan, lamanya waktu pengajuan sehingga berimbas pada petani yang
ingin membeli pupuk harus menunggu sampai kartu tani jadi. Sehingga
sampai sekarang, beberapa petani di desanya masih ada yang belum
memiliki kartu tersebut.
Petani juga merasa, lebih kesulitan
untuk mendapatkan pupuk dengan kartu tani. Biasanya stok pupuk yang
datang di tingkat pengecer tidak sesuai dengan musim tanam. Menurut dia,
petani dengan lahan tadah hujan biasanya membeli pupuk ketika musim
penghujan tiba dan masa pemupukan tiba saja.
”Karena terkadang stok pupuk datang
lebih awal sebelum musim hujan tiba. Hal tersebut akan sangat
menyulitkan bagi masyarakat yang memiliki kemampuan finansial kurang.
Karena tidak di mungkinkan untuk lebih mengutamakan pembelian pupuk
sebelum musim tanam tiba, lebih baik digunakan untuk kebutuhan lain,”
beber Ramin warga Kudur lainnya.
Ia sangat mengharapkan, adanya
perbaikan regulasi penyaluran pupuk kepada petani. Serta adanya
pengawasan yang ketat dalam distribusi pupuk. Sehingga para petani juga
bisa meningkatkan hasil panen serta mendapat kehidupan yang lebih layak
kedepannya.Sumber Berita : https://www.patikab.go.id/v2/id/2017/05/12/inilah-keluhan-pemegang-kartu-tani-saat-ambil-jata/