Setelah pemerintah melakukan impor
tapioka secara berlebihan pada tahun 2016, kini dampaknya dirasakan oleh
petani ketela. Sebab, harga ketela dan tapioka lokal yang terlanjur
anjlok, kini sangat sulit untuk mengalami peningkatan.
Terpantau, di Kecamatan
Gunungwungkal masih banyak petani ketela yang belum bisa memperoleh
hasil maksimal ketika panen. Hal ini juga berdampak pada perekonomian
mereka, lantaran sebagian besar masyarakat di pedesaan masih
menggantungkan hidup dari hasil pertanian.
“Saya berharap harga ketela bisa
meningkat sampai Rp 1.800 atau Rp 2.000, supaya kami para petani bisa
sejahtera. Akibat tapioka impor, sekarang dampaknya masih terasa, walau
sudah satu tahun berlalu. Buktinya harga ketela sekarang masih rendah.
Kemarin sih ada peningkatan sedikit, dari Rp 800 menjadi Rp 1000, tapi
itu tidak terlalu berpengaruh karena cuma sedikit,” ungkap Lukito,
petani asal Sidomulyo.
Zaenuri, petani asal Gunungwungkal,
juga mengatakan hal yang senada. Ia mengaku, dampak tapioka impor sangat
berpengaruh terhadap penghasilannya. “Dulu ketika panen, ladang ketela
saya mampu menghasilkan uang Rp 18 juta. Tapi semenjak harga ketela
jatuh akibat tapioka impor, sekarang hasil panen saya hanya mencapai Rp
10 juta,” paparnya.
Kebijakan impor tapioka yang
dilakukan oleh pemerintah, kini telah membuat petani ketela merugi
selama beberapa kali masa panen. Sebab, hingga saat ini pemerintah belum
bisa berbuat apa-apa, untuk kembali menstabilkan harga.
Dampak tapioka impor tidak hanya
dirasakan oleh petani, namun para perajin tapioka di Desa Ngemplak Kidul
juga turut merasakan dampaknya. Salah satunya adalah Fauzan, perajin
tapioka yang berada di Desa Ngemplak Kidul RT 02/RW 03. “Gara-gara
tapioka impor, sekarang hasil produksi tapioka lokal hanya dihargai Rp
2.800 hingga Rp 3.000 perkilogram. Padahal, dulu sebelum ada tapika
impor dari pemerintah, harga tapioka disini mampu menjapai Rp 7500
perkilogram,” bebernya. Sumber Berita : https://www.patikab.go.id/v2/id/2017/06/14/tapioka-impor-meresahkan-petani-ketela/