Ada juga peserta upacara yang membawa tulisan sindiran karena sungai yang tercemar, seperti tulisan ”Racunmu Mateni Kaliku” atau juga ”Ireng buasin ora iso manding”. Beberapa warga juga mengusung poster protes terhadap kondisi cemaran sungai.
Kegiatan itu dimulai sejak pukul 7.30 WIB pagi. Ratusan orang dari murid-murid sekolahan, pemerintah desa dan warga sekitar memadati tanggul dan jembatan.
Layaknya upacara pada umumnya, warga juga dengan khidmat menaikan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Kepala Desa Karangrandu Syahlan menyampaikan, upacara tersebut merupakan bentuk keprihatinan akan kondisi sungai yang tercemar limbah. Padahal menurutnya, air sungai itu digunakan sebagai irigasi sawah dan sebagai air baku masyarakat setempat.
Dirinya mengungkapkan, banyak warganya yang khawatir terhadap dampak tercemarnya sungai Gede Karangrandu. Ia mengklaim, kawasannya sebagai lumbung padi, namun dengan kondisi tersebut, lambat laun akan memengaruhi pertanian desa tersebut.
Sementara itu, koordinator warga Busro Karim menyebut kondisi sungai tersebut lebih mirip comberan. Dirinya menuntut agar pemerintah segera mengambil tindakan menormalisasi kondisi sungai.
“Sungai ini sudah seperti peceren (comberan) kotor dan kumuh, kami minta segera diambil tindakan tegas dan cepat untuk mengantisipasi kondisi ini. Segera normalisasi keadaan sungai ini seperti semula. Disamping kami juga meminta pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap pelaku pencemar sungai itu” tutur dia.
Perlu diketahui, kondisi menghitamnya sungai karangrandu sudah terjadi sebulan belakangan. Selain menjadi hitam masyarakat juga mengeluhkan bau dari cemaran limbah tersebut.
Sumber Berita : http://www.murianews.com/2017/08/17/123014/upacara-17-an-unik-di-atas-sungai-jepara-ini-penuh-nuansa-sindiran.html