Cari Blog Ini

Jumat, 18 Mei 2018

Anomali Cuaca, Petani Garam Menjerit

PATI,  - Kondisi cuaca yang tidak menentu menyulitkan para petani garam untuk produksi. Anomali cuaca membuat mereka menjerit, proses produksi garam benar-benar terganggu. Sehingga beberapa petani garam memilih berhenti memproduksi garam dan beralih ke usaha pertambakan.
Kondisi itu seperti dikeluhkan oleh Santoso, petani garam di Kecamatan Trangkil. Dia mengatakan hingga sekarang ini produksi garamnya masih belum maksimal. Bahkan dalam proses produksi dia selalu khawatir jika hujan terjadi tiba-tiba.
‘’Kemarin saja masih hujan terus, kondisi cuacanya tidak menentu. Kami takut berspekulasi meskipun harganya saat ini tergolong mahal,’’ ungkapnya.
Kekhawatiran akan cuaca yang tidak stabil, rawan bagi petani dalam membuat produksi garamnya. Jika tiba-tiba hujan produksi terancam gagal. Apalagi jika hujan terjadi saat penjemuran air garam mulai dilakukan.
Menurutnya cuaca tahun ini tidak seperti biasanya. Pada bulan April, kata dia, seharusnya telah memasuki musim kemarau panjang. ‘’Tetapi sampai saat ini, terkadang hujan masih juga datang,’’ujarnya.
Selain anomali cuaca, dia juga mengalami kendala lahan untuk pengerian air garam belum siap. Sebab, untuk penjemuran, lahan harus benar-benar kering dan tidak tercampur dengan air tawar.
Akibatnya sebagian lahan yang digunakan banyak beralih untuk pertambakan. Padahal jika ingin ingin beralih lagi ke garam, harus memakan waktu lama. Petanu harus memulai proses pengeringan lahan terlebih dahulu.
‘’Makanya kami perkirakan kenaikan harga garam lantaran minimnya produksi dari petani. Bahkan, sebagian dari pabrik pengolahan garam sudah mengambil garam dari Madura dan impor dari Australia,’’ terangnya.
Harga jual garam dari petani saat ini Rp 2.300 untuk garam grosok dengan kualitas rendah. Sementara garam Kristal, harganya Rp 2.500 per kilo gram. Menurutnya, harga itu terbilang cukup tinggi.


Sumber Berita : https://www.suaramerdeka.com/news/baca/86725/anomali-cuaca-petani-garam-menjerit