KUDUS- Pada Mei ini, inflasi di Kudus di angka 0,14 persen dengan
Indeks Harga Konsumen (IHK) 139,11. Hal ini disampaikan oleh Kepala BPS
Kudus, Sapto Harjuli Wahyu, dalam penyampaian press release inflasi di
Aula BPS pada Selasa (5/6). Presentasi bulan ini lebih tinggi dari bulan
April yang ‘hanya’ di angka 0,01.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh
naiknya indeks beberapa kelompok pegeluaran. Kelompok tersebut seperti
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,46 persen. Kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,15 persen, kelompok
sandang 0,48 persen, dan kelompok transport, komunikasi dan jasa
keuangan 0,08 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami
penurunan indeks yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,84 persen.
Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya
inflasi adalah nasi dengan lauk, telur ayam ras, soto, teh manis, dan
pecel. Sementara komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
terjadinya deflasi adalah bawang putih, cabai rawit, beras, nangka muda,
dan cabai merah.
Nasional pada bulan ini mengalami inflasi sebesar 0,21 persen dengan
IHK 132,99. Sementara di Jawa Tengah mengalami deflasi sebesar 0,01
persen dengan IHK sebesar 130,92 persen.
Deflasi di Jawa Tengah terjadi di dua kota SBH, sedangkan empat kota
SBH yang lain mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota
Semarang sebesar 0,09 persen dengan IHK sebesar 130,62. Sementara
inflasi tertinggi terjadi di Kota tegal sebesar 0,24 persen IHK 128,92.
Dari data di atas, bisa disimpulkan bahwa untuk bulan Mei ini,
orang-orang Kudus cenderung untuk lebih banyak belanja makanan jadi.
Karena, bahan-bahan makanan cenderung mengalami deflasi, berbanding
terbalik dengan komoditas makanan jadi yang mendominasi inflasi seperti
nasi dengan lauk ataupun pecel. “Polanya sekarang masyarakat membeli
makanan jadi, mungkin karena bulan puasa juga sehingga banyak pedagang
baru bermunculan atau mremo, dan masyarakat mungkin cenderung mau yang
praktis,” ungkapnya.
Pada bulan Ramadan dan Lebaran, frekuensi survei ditambah menjadi dua
sampai tiga kali survei dalam sebulan. Pada bulan normal, survei hanya
dilakukan sekali dalam sebulan. “Ini sesuai dengan arahan BPS pusat,
baik berapa kali survei hingga kapan dilakukan survei,” terangnya.