Cari Blog Ini

Rabu, 06 Juni 2018

Inflasi di Kudus Pada Mei Mencapai 0,14 Persen

KUDUS- Pada Mei ini, inflasi di Kudus di angka 0,14 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 139,11. Hal ini disampaikan oleh Kepala BPS Kudus, Sapto Harjuli Wahyu, dalam penyampaian press release inflasi di Aula BPS pada Selasa (5/6). Presentasi bulan ini lebih tinggi dari bulan April yang ‘hanya’ di angka 0,01.
 
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks beberapa kelompok pegeluaran. Kelompok tersebut seperti kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,46 persen. Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,15 persen, kelompok sandang 0,48 persen, dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan 0,08 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,84 persen. 
 
Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya inflasi adalah nasi dengan lauk, telur ayam ras, soto, teh manis, dan pecel. Sementara komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya deflasi adalah bawang putih, cabai rawit, beras, nangka muda, dan cabai merah. 
 
Nasional pada bulan ini mengalami inflasi sebesar 0,21 persen dengan IHK 132,99. Sementara di Jawa Tengah mengalami deflasi sebesar 0,01 persen dengan IHK sebesar 130,92 persen. 
 
Deflasi di Jawa Tengah terjadi di dua kota SBH, sedangkan empat kota SBH yang lain mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Semarang sebesar 0,09 persen dengan IHK sebesar 130,62. Sementara inflasi tertinggi terjadi di Kota tegal sebesar 0,24 persen IHK 128,92. 
 
Dari data di atas, bisa disimpulkan bahwa untuk bulan Mei ini, orang-orang Kudus cenderung untuk lebih banyak belanja makanan jadi. Karena, bahan-bahan makanan cenderung mengalami deflasi, berbanding terbalik dengan komoditas makanan jadi yang mendominasi inflasi seperti nasi dengan lauk ataupun pecel. “Polanya sekarang masyarakat membeli makanan jadi, mungkin karena bulan puasa juga sehingga banyak pedagang baru bermunculan atau mremo, dan masyarakat mungkin cenderung mau yang praktis,” ungkapnya. 
 
Pada bulan Ramadan dan Lebaran, frekuensi survei ditambah menjadi dua sampai tiga kali survei dalam sebulan. Pada bulan normal, survei hanya dilakukan sekali dalam sebulan. “Ini sesuai dengan arahan BPS pusat, baik berapa kali survei hingga kapan dilakukan survei,” terangnya.