KUDUS – Rencana Kementerian BUMN yang akan menutup
23 pabrik gula milik negara, menuai reaksi keras dari DPR RI. Anggota
Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Abdul Wachid, mendesak
rencana itu dikaji ulang.
Wachid mengemukakan, Komisi VI belum menyetujui rencana penutupan 23
pabrik gula BUMN tersebut. Informasi yang diterima dari Deputi
Kementerian, rencana penutupan 23 pabrik gula BUMN dilakukan dengan
alasan efisiensi. ‘’Informasi yang kami terima, penutupan itu untuk
penataan karena kondisi pabrik gula di bawah skala ekonomi. Contohnya di
PTPN IX, penutupan akan dilakukan di PG yang jaraknya kurang dari 100
kilometer seperti Sragi (Pekalongan), Sumberharjo (Pemalang), Pangka
(Slawi), dan Jatibarang (Brebes),’’katanya.
Ditemui pada Sarasehan APTRI dan PG Rendeng membahas kebijakan
pergulaan nasional, Jumat (10/3) siang, Wachid menilai penutupan gula
merupakan kebijakan yang kurang tepat.
Pasalnya, penutupan itu akan berdampak besar, seperti pengangguran,
tidak jelasnya nasib petani, dan mematikan usaha di sekitar pabrik gula.
Ia mencontohkan, di PG Rendeng Kudus terdapat sekitar 1.000 karyawan
tetap, harian, hingga kontrak. ‘’Belum lagi petani tebu, serta
masyarakat lain yang tidak berkaitan langsung juga akan terkena imbas,
seperti sopir truk, tenaga tebang angkut, pemilik warung,’’ujarnya.
Tawarkan Solusi
Pemerintah pernah menutup pabrik gula secara besarbesaran p a d a
tahun 1990-an. Namun, kebijakan itu tidak menyelesaikan masalah. Wachid
menawarkan sejumlah solusi agar pabrik gula bisa sehat dan target
swasembada gula tercapai. Selain mempercepat revitalisasi mesin PG,
pemerintah perlu menerbitkan kebijakan yang berpihak pada petani. ‘’Dulu
banyak program pemerintah untuk mendukung pergulaan nasional, seperti
tebu rakyat intensifikasi, tebu rakyat tegalan, dan kemudahan luar biasa
bagi petani untuk mendapat kredit,’’katanya.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan sekarang. Wachid mencontohkan
kebijakan kartu tani yang belum tersosialisasi, sulitnya mendapatkan
pupuk, serta kebijakan lain yang justru tidak mendukung petani. ‘’Dengan
kartu tani seorang petani hanya berhak mendapat alokasi pupuk untuk dua
hektare. Bagi petani tebu, alokasi ini tidak akan cukup, karena luasan
lahan tebu seorang petani rata-rata minimal 10 hektare,’’ungkapnya.
Selain memperkuat sektor off farm (pabrik) dan on farm petani, Wachid
juga mengusulkan agar PG milik BUMN ikut melepas sahamnya kepada
pemerintah daerah.
Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/dpr-minta-penutupan-pabrik-gula-dikaji-ulang/