Jakarta, CNBCIndonesia.com - Rupiah masih terus
tertekan melawan dolar Amerika Serikat (AS), bahkan pada perdagangan
Rabu (6/7/2022) menembus Rp 15.000/US$ untuk petama kalinya sejak Mei
2020. Sepanjang tahun ini rupiah sudah melemah 5,3% melawan dolar AS.
Namun, kinerja rupiah sebenarnya tidak begitu buruk melawan mata uang
lainnya. Melawan yen Jepang, rupiah bahkan mampu menguat tajam di tahun
ini. Pagi ini rupiah diperdagangkan di kisaran Rp 110,98/JPY, dan
sepanjang tahun ini penguatannya tercatat lebih dari 10%.
Awal Juni lalu, rupiah bahkan sempat ke bawah Rp 108/JPY, yang merupakan level terkuat dalam 7 tahun terakhir.
Pergerakan tersebut menunjukkan fundamental di dalam negeri
sebenarnya cukup bagus, terutama akibat tingginya harga komoditas.
Neraca perdagangan mencetak surplus 25 bulan beruntun, yang membuat
transaksi berjalan surplus. Sehingga, devisa mengalir ke dalam negeri.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga diperkirakan akan menaikkan suku
bunga di paruh kedua 2022. Bahkan ada yang memperkirakan di bulan ini.
Hal ini tentunya membuat selisih suku bunga dengan bank sentral Jepang
(BoJ) semakin melebar.
BoJ menjadi satu-satunya bank sentral utama dunia yang belum mengetatkan kebijakan moneternya.
Dalam pengumuman kebijakan moneter bulan lalu BoJ di bawah pimpinan
Haruhiko Kuroda mempertahankan suku bunga sebesar minus (-) 0,1%, dan
yield obligasi tenor 10 tahun dekat 0%.
BoJ masih enggan menaikkan suku bunga karena inflasi di Jepang masih rendah. Inflasi inti di Jepang saat ini mencapai 2,1% (year-on-year/yoy)
pada Mei lalu sama dengan kenaikan bulan sebelumnya dan sudah mencapai
target BoJ sebesar 2%. Namun kenaikan tersebut terjadi akibat tingginya
biaya (cost push) bukan berdasarkan peningkatan permintaan (demand pull) yang berasal dari peningkatan upah pekerja.
Selain itu, Jepang kini terancam mengalami resesi, meski BoJ tidak mengetatkan kebijakannya.
Yen yang melemah tajam bisa berdampak buruk bagi perekonomian Jepang,
melawan dolar AS nilainya jeblok lebih dari 17% di tahun ini. inflasi
bisa meroket , tetapi dari sisi cost push yang pada akhirnya
memukul konsumsi rumah tangga. Produk domestik bruto (PDB) terancam
merosot, resesi kembali membayangi meski suku bunga rendah masih
dipertahankan.
Oleh karena itu, BoJ menyatakan akan memperhatikan pergerakan yen.
"Kami akan memperhatikan dengan seksama dampak dari pergerakan nilai
tukar ke perekonomian," tulis BoJ dalam keterangan resminya.
Rob Subbraman, kepala ekonom Nomura juga memperkirakan Jepang akan mengalami resesi.
"Banyak bank sentral saat ini mandatnya pada dasarnya berubah menjadi
tunggal, yakni menurunkan inflasi. Kredibilitas kebijakan moneter
merupakan aset yang sangat berharga yang tidak boleh hilang, sehingga
bank sentral akan agresif menaikkan suku bunga," kata Subbraman dalam
acara Street Signs Asia CNBC International, Selasa (5/7/2022).
Subbraman memproyeksikan dalam 12 bulan ke depan zona euro, Inggris,
Jepang, Australia, Kanada dan Korea Selatan juga akan mengalami resesi.
"Kenaikan suku bunga yang agresif artinya kita melihat kebijakan front loading.
Dalam beberapa bulan kami telah melihat risiko resesi, dan sekarang
beberapa negara maju benar-benar jatuh ke jurang resesi," tambah
Subbraman.
Sumber Link
Pernyataan Lengkap BI
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah akhirnya tidak kuat
menahan tekanan dari gejolak pasar keuangan global. Setelah beberapa
hari, Dolar Amerika Serikat (AS) kini bertengger di level Rp 15.000.
Rupiah membuka perdagangan hari ini di Rp 14.990/US$ atau melemah
0,03% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Setelahnya rupiah sempat
menyentuh Rp 14.995/US$, sebelum berbalik menguat tipis 0,03% ke Rp
14.981/US$.
Rupiah tak kuasa menahan tekanan dan akhirnya menyentuh Rp 15.000/US$
pada pukul 09:06 WIB. Level tersebut merupakan yang terlemah dalam lebih
dari 2 tahun terakhir.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI),
Edi Susianto memberikan penjelasan lengkap kepada CNBC Indonesia, Rabu
(6/7/2022) mengenai kondisi rupiah terkini.
Edi menuturkan, kondisi ini berasal ketidakpastian perekonomian
global yang semakin tinggi. Pelaku pasar, menurutnya khawatir dunia akan
masuk ke resesi. AS dan sederet negara kini sudah hadapi lonjakan
inflasi.
"Pasar global khawatir akan terjadinya perlambatan lebih jauh atas
ekonomi global bahkan khawatir bisa masuk ke kondisi resesi, khususnya
ekonomi AS dimana data yang terkini sepertinya mendukung terhadap
kekhawatiran tersebut," jelasnya.
Sehingga opsi yang dipilih adalah mengamankan modal ke tempat yang
dianggap paling aman, adalah dolar AS dan US Treasury. Maka dari itu
penguatan dolar AS kini sudah mencapai level tertinggi sejak 20 tahun
terakhir.
"Artinya dari pergerakan nilai tukar, banyak mata uang non USD
khususnya mata uang EM (Emerging Market) mengalami pelemahan, tentunya
termasuk Rupiah," paparnya.
Akan tetapi, Edi menyampaikan, posisi rupiah masih lebih baik
dibandingkan dengan mata uang Thailand, Malaysia, Filipina, India, dan
Korea Selatan.
BI akan selalu berada di pasar, memastikan rupiah bergerak stabil.
Ada beragam intervensi yang bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Meskipun hingga saat ini kebutuhan valuta asing sudah dipenuhi oleh
eksportir.
"BI memastikan ada di pasar melalui triple intervention agar supaya
mekanisme pasar dapat bekerja dg baik melalui menjaga keseimbangan
supply - demand valas di market," ujarnya
"BI menjaga kondisi likuiditas Rupiah dalam level yang optimal," tegas Edi.
Sumber LINK
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/topik/dolar-as-menuju-rp15-000-semengerikan-apa-2176/all