REMBANG – Puncak
peringatan Hari Kartini di Rembang tidak hanya diisi dengan upacara dan
seremoni belaka. Namun sejumlah kegiatan seni, budaya dan sosial juga
dilaksanakan.
Kamis malam kemarin, puncak peringatan
ditandai dengan Kirab Pataka dari Pendapa Museum Kartini Rembang hingga
ke Makam Kartini di Desa Bulu.
Kirab Pataka yang berisi kata- kata
mutiara Pahlawan Emansipasi Perempuan oleh ribuan orang dari berbagai
kalangan itu diawali pementasan tari Sang Kartini oleh sembilan
perempuan dari Sanggar Cakraningrat Rembang.
Selanjutnya istri Bupati Hj Hasiroh
Hafidz mengambil dua bendera pataka yang masingmasing bertuliskan
kata-kata mutiara Kartini dan wajah Kartini untuk diserahkan ke Bupati
Rembang Abdul Hafidz.
Bupati kemudian memasangkan pataka itu
ke tiang bendera untuk dikirab. Kirab itu dilakukan secara estafet
dengan tiga titik pemberhentian di Jalan Pemuda, Kecamatan Sulang dan
Bulu. Para pengiring berjalan kaki dengan memakai baju kebaya dan adat
Jawa.
Sedangkan pelajar banyak yang membawa
lampion dengan berbagai bentuk dan gambar wajah Kartini. Selain Kirab
Pataka, di Makam Kartini juga digelar wayang kulit semalam suntuk dengan
dalang Ki Sigit Ariyanto. Abdul Hafidz mengatakan, kirab pataka
merupakan prosesi yang sakral.
Kirab dimakmsudkan untuk memberikan
gambaran kepada masyarakat saat RA Kartini disemayamkan dulu.
“Masyarakat merasa mengiring jenazahnya Ibu Kartini saat menggelar Kirab
Pataka,” kata dia.
Penghargaan
Sementara itu, di Alun-alun Rembang,
Kamis malam juga digelar pemberian penghargaan dari Komunitas Ibu Cerdas
Indonesia (KICI) Award 2017 kepada sepuluh perempuan inspiratif dari
seluruh Indonesia. Dari sepuluh perempuan itu, dua di antaranya
merupakan warga Rembang.
Yaitu Saswati Ningrum (36) warga Desa
Sendangmulyo, Kecamatan Sumber dan Nurul Azizah Khoiriyah (40) asal
Dukuh Nyikaran Desa Kemadu Kecamatan Sulang. Selain dua perempuan asal
Rembang, ada delapan wanita lain dari berbagai daerah yang juga menerima
penghargaan KICI Award 2017.
Di antaranya Hadijah (67) penggerak
pendidikan dasar di DKI Jakarta, Farha Ciciek (54) aktivitas kemanusiaan
dari desa Ledokombo Jember, Irma Husnul Hotimah (42) perintis sagon
bakar crispy dari Tangerang Selatan.
Selanjutnya Novi Kurbiasih (32) aktivis
buruh migran dari Semarang, pelopor aneka ragam kue kering asal Bandung
Roro Ina Wiyandini (54),Karyati Vederubun seorang guru dari Maluku yang
rela mengajar di tempat yang jauh hingga harus naik perahu terlebih
dulu, Sugiarsih aktivis perempuan dari Sragen dan Ririn Hanjar
Susilowati aktivitas HIV/AIDS dari Sragen.
Saswati salah satu penerima penghargaan
mengatakan sebagai penyandang cacat bukan halangan untuk mengembangkan
usaha konfeksi. Dia mengaku mengajak sesama penyandang cacat lainnya
untuk ikut berkecimpung di “Saras Modist” yang dibinanya.
“Untuk menjadi Kartini masa kini itu
mudah tidak perlu kaya tetapi dengan keterbatasan kita mau
mengkontribusikan apa yang kita bisa untuk orangorang di sekitar kita.
Kuncinya di mana ada kemauan di situ ada jalan,” kata dia.
Ratih Sanggarwati, pengiat KICI Award
2017 mengatakan perempuan Indonesia tidak boleh berpangku tangan ketika
melihat ketertindasan yang dialami perempuan lain. Hal itulah yang
dilakukan RA Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan.
“Kami memilih Rembang menjadi tempat
bermuhasabah dan silaturahmi. Kami berharap bisa menumbuhkan lebih
banyak perempuan-perempuan cerdas seperti yang ada di Rembang,” kata
dia.Sumber Berita : http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/kirab-pataka-hari-kartini/