PATI- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati sampai saat
ini belum ada rencana untuk merevisi Peraturan Daerah (Perda) No 8
Tahun 2013, tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Perda itu
mengatur fasilitas karaoke untuk hotel berbintang, dan bagi usaha tempat
karaoke lainnya harus berjarak 1.000 meter dari tempat ibadah, sekolah,
permukiman, rumah sakit, dan perkantoran.
Khusus menyangkut jarak
atau lokasi tempat hiburan, acuannya Perda No 5 Tahun 2011 yang
mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Sehingga,
Satpol PP selaku penegak perda tetap akan menutup tempat hiburan karaoke
yang melanggar. Penutupan sudah dimulai Kamis (15/2) lalu, dan Selasa
(20/2) upaya penutupan tahap berikutnya kembali dilanjutkan.
‘’Jika
nanti memang harus dilakukan revisi perda, hal itu tidak masalah bagi
kami untuk melaksanakan tugas sesuai aturan dan ketentuan yang
berlaku,’’ kata Pelakasana Tugas (Plt) Kepala Satpol PP Kabupaten Pati,
Riyoso.
Terpisah, Sekda Pati, Suharyono menyatakan, pihaknya belum ada rencana merevisi perda yang mengatur tentang kepariwisataan.
Meski ada tuntutan dari pengusaha tempat karoke, yang pada Rabu (14/2) unjuk rasa dan audensi dengan Komisi A DPRD.
Jika
pihak Dewan bermaksud merevisi perda tentang kepariwisataan yang
dianggap bermasalah, pihaknya pun akan mengikuti. ‘’Akan tetapi untuk
melakukan revisi perda tentu ada prosedur dan mekanisme yang harus
dilalui, sehingga tidak asal revisi,’’ tandasnya.
Bentuk Konflik
Direktur
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bhakti Anak Negeri Pati, Agung Widodo,
menegaskan, sikap jajaran eksekutif sebagaimana disampaikan Sekda
Suharyono, dinilai sudah tepat.
Sebab, dalam mencermati Perda No 8
Tahun 2013 sudah sesuai ketentuan. Berkait hal yang menyangkut jarak
tempat karaoke harus 1.000 meter sebagai tertuang dalam Pasal 25 Ayat
(1), hal itu tinggal melihat perda lain yang mengatur tentang RTRW.
Itu
artinya, jika jarak 1.000 meter dari tempat ibadah, sekolah, rumah
sakit, perkantoran, dan permukiman acuannya adalah perda RTRW. Dalam
upaya merevisi perda, kedudukan Sekda selaku pembina mengacu Pasal 22
Permendagri No 1 Tahun 2014.
Yakni, tentang Pembentukan Produk
Hukum Derah. Jika melihat Pasal 15 Ayat (3) permen tersebut menyebutkan,
bahwa dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan
rancangan perda di luar prolegda.
Hal itu tertera dalam pasal tersebut huruf (a), yaitu untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam.
‘’Pertanyaannya,
apakah penolakan Perda No 8 Tahun 2013 tentang Kepariwisataan oleh para
pengusaha karaoke itu suatu bentuk konflik. Jika tidak masuk katagori
itu, maka baik revisi perda maupun pengajuan rancangan perda di luar
prolegda, kurang tepat,’’ katanya.
Dalam pasal yang sama huruf
(b), dalam keadaan tertentu lainnya disebutkan akibat kerja dengan pihak
lain, dan huruf (c) yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan
perda yang dapat disetujui oleh Balegda dan biro hukum provinsi atau
bagian hukum kabupaten/kota.
Sumber Berita : http://www.suaramerdeka.com/smcetak/detail/34933/Revisi-Perda-Karaoke-Belum-Direncanakan