Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 November 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga
Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga
Lending Facility sebesar 6,75%. Keputusan
ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap
terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fokus kebijakan
moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari
dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian
global dengan perkembangan politik di Amerika Serikat (AS). Ke depan,
Bank Indonesia akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar Rupiah
dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang
berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan
lanjutan. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran
terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong
kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan
dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Kebijakan sistem pembayaran
juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor
perdagangan dan UMKM, dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan
struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi
digitalisasi sistem pembayaran.
Arah
bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk
menjaga stabilitas dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai
berikut:
Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk
menarik berlanjutnya aliran masuk modal asing guna memperkuat
stabilisasi nilai tukar Rupiah dan efektivitas transmisi kebijakan
moneter dengan:
- mengoptimalkan
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia
(SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter
pro market;
- memperkuat struktur suku bunga instrumen moneter untuk menarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik;
- memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas yang kompetitif; dan
- memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar;
- Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
- Penguatan
publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan
pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang
menjadi cakupan KLM (Lampiran);
Perpanjangan kebijakan
tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan kebijakan Kartu
Kredit (KK) sampai dengan 30 Juni 2025 meliputi:
- Tarif SKNBI sebesar Rp1 dari BI ke bank dan tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah; dan
- Kebijakan
batas minimum pembayaran oleh pemegang KK 5% dari total tagihan dan
kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total
tagihan serta tidak melebihi Rp100.000; dan
- Penguatan literasi dan edukasi pengguna dan
merchant QRIS khususnya pada wilayah-wilayah destinasi utama pariwisata guna memperkuat akseptasi QRIS Antarnegara.
Bank
Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk
menjaga stabilitas dan memperkuat pertumbuhan ekonomi. Koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) ditempuh melalui program
Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah
dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).
Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal juga diperkuat untuk menjaga
stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia
terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong
kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha. Bank Indonesia
memperkuat dan memperluas kerja sama internasional di area
kebanksentralan, termasuk melalui konektivitas sistem pembayaran dan
transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan
promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama
dengan instansi terkait.
Risiko perekonomian global semakin tinggi disertai dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan. Perkembangan
politik di AS diprakirakan akan diikuti dengan arah kebijakan fiskal
lebih ekspansif dan strategi ekonomi berorientasi domestik (inward looking policy),
termasuk penerapan tarif perdagangan yang tinggi dan kebijakan imigrasi
yang ketat. Perkembangan ini akan berdampak pada risiko melambatnya
pertumbuhan ekonomi dan kembali meningkatnya inflasi dunia. Di AS,
proses penurunan inflasi akan berjalan lebih lambat sehingga penurunan
suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan juga akan lebih terbatas.
Sementara itu, kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar
mendorong kembali meningkatnya yield US Treasury baik tenor
jangka pendek maupun jangka panjang. Perubahan politik di AS tersebut
telah berdampak pada menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta
berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi
portofolionya kembali ke AS. Akibatnya, tekanan pelemahan nilai tukar
berbagai mata uang dunia semakin tinggi dan terjadi aliran keluar
portofolio asing, termasuk dari negara
Emerging Market (EM). Penguatan respons kebijakan diperlukan
untuk memperkuat ketahanan eksternal dari dampak negatif memburuknya
rambatan global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara EM,
termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga. Kinerja
ekonomi triwulan III 2024 tumbuh sebesar 4,95% (yoy), ditopang oleh
konsumsi rumah tangga, khususnya kelas menengah ke atas, dan investasi
seiring berlanjutnya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Ekspor
nonmigas meningkat sejalan dengan permintaan mitra dagang utama yang
tumbuh positif. Pada triwulan IV 2024, pertumbuhan ekonomi diprakirakan
tetap baik ditopang oleh konsumsi Pemerintah sejalan dengan kenaikan
aktivitas belanja Pemerintah pada akhir tahun. Konsumsi rumah tangga
diperkirakan tetap tumbuh sejalan dengan Indeks Keyakinan Konsumen yang
terjaga dan dampak positif pelaksanaan Pilkada di berbagai daerah.
Investasi diperkirakan juga berlanjut didukung oleh belanja modal
perusahaan serta volume produksi dan pesanan seperti tecermin pada
indeks
Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia. Secara
keseluruhan tahun, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2024
berada dalam kisaran 4,7-5,5% dan akan meningkat pada 2025. Untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut, kebijakan reformasi
struktural Pemerintah perlu diperkuat khususnya pada sektor-sektor yang
mendukung pertumbuhan ekonomi serta menyerap dan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Bank Indonesia terus memperkuat bauran
kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, bersinergi erat dengan
kebijakan stimulus fiskal Pemerintah, khususnya melalui optimalisasi
stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi
pembayaran.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap sehat sehingga mendukung terjaganya stabilitas eksternal.
NPI triwulan III 2024 mencatat surplus ditopang rendahnya defisit
transaksi berjalan seiring kinerja positif neraca perdagangan, dan
kenaikan surplus transaksi modal dan finansial. Perkembangan terkini
pada triwulan IV menunjukkan berlanjutnya surplus neraca perdagangan
pada Oktober 2024 sebesar 2,5 miliar dolar AS didorong oleh kenaikan
ekspor nonmigas. Namun demikian, ketidakpastian pasar keuangan global
yang meningkat mendorong terjadinya aliran modal keluar investasi
portofolio pada November 2024 (hingga 18 November 2024) yang tercatat net outflows sebesar 1,9 miliar dolar AS, setelah pada Oktober 2024 tercatat
net inflows sebesar 1,1 miliar dolar AS. Posisi cadangan
devisa Indonesia akhir Oktober 2024 tercatat tinggi sebesar 151,2 miliar
dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor
dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas
standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Secara
keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan tetap baik seiring dengan
berlanjutnya surplus neraca transaksi modal dan finansial didukung oleh
aliran masuk modal asing dan terjaganya defisit transaksi berjalan dalam
kisaran rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB. Prospek NPI
yang tetap baik diprakirakan berlanjut pada 2025 didukung oleh aliran
masuk modal asing dan defisit transaksi berjalan yang terjaga.
Kebijakan
nilai tukar Bank Indonesia terus diarahkan untuk menjaga stabilitas
Rupiah dari dampak menguatnya dolar AS secara luas. Nilai tukar
Rupiah pada November 2024 (hingga 19 November 2024) melemah sebesar
0,84% (ptp) dari bulan sebelumnya. Pelemahan nilai tukar tersebut
diakibatkan oleh menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta
berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi
portofolionya kembali ke AS pascahasil pemilihan umum di AS. Secara
umum pelemahan nilai tukar Rupiah tetap terkendali, yang bila
dibandingkan dengan level akhir Desember 2023 tercatat depresiasi
sebesar 2,74%, lebih kecil dibandingkan dengan pelemahan Dolar Taiwan,
Peso Filipina, dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar
5,26%, 5,83%, dan 7,53%. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan
stabil didukung komitmen Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik. Seluruh instrumen moneter
akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter
pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan
SUVBI, untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk
investasi portofolio asing dan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2024 terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Inflasi IHK pada Oktober 2024 tercatat sebesar 1,71% (yoy) dipengaruhi oleh inflasi inti yang terkendali pada level 2,21% (yoy) dan inflasi
volatile food (VF) yang terus menurun menjadi 0,89% (yoy).
Penurunan inflasi VF tersebut didukung oleh peningkatan pasokan pangan
seiring berlanjutnya musim panen, eratnya sinergi pengendalian inflasi
TPIP/TPID melalui GNPIP, dan pengaruh
base effect harga pangan. Secara spasial, inflasi IHK di
sebagian besar daerah juga terkendali dalam kisaran sasaran inflasi
nasional. Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi IHK tetap terkendali
dalam sasarannya. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring ekspektasi
inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih
besar dan dapat merespons permintaan domestik,
imported inflation yang terkendali sejalan dengan kebijakan
stabilisasi nilai tukar Rupiah Bank Indonesia, serta dampak positif
berkembangnya digitalisasi. Inflasi VF diprakirakan terkendali didukung
oleh sinergi pengendalian inflasi Bank Indonesia dan Pemerintah Pusat
dan Daerah. Bank Indonesia terus berkomitmen memperkuat efektivitas
kebijakan moneter guna menjaga inflasi tahun 2024 dan 2025 terkendali
dalam sasaran 2,5±1%, dengan tetap mendukung upaya penguatan pertumbuhan
ekonomi.
Instrumen moneter
pro-market terus dioptimalkan untuk mendukung penguatan stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi. Kebijakan
ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya pendalaman pasar uang dan
pasar valas serta mendorong aliran masuk modal asing ke dalam negeri.
Hingga 18 November 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI
masing-masing tercatat sebesar Rp968,82 triliun, 3,39 miliar dolar AS,
dan 387 juta dolar AS. Penerbitan SRBI telah mendukung upaya peningkatan
aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri dan penguatan nilai tukar
Rupiah. Kepemilikan nonresiden dalam SRBI mencapai Rp250,18 triliun
(25,8% dari total outstanding). Implementasi Primary Dealer (PD) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo)
antarpelaku pasar, sehingga memperkuat efektivitas instrumen moneter
dalam stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pengendalian inflasi. Ke depan, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market, baik
dari sisi volume maupun sisi daya tarik imbal hasil, dan didukung
kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong
berlanjutnya aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik.
Transmisi kebijakan moneter berjalan baik. Suku
bunga pasar uang (IndONIA) terus bergerak di sekitar BI-Rate, yaitu
6,20% pada 19 November 2024. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12
bulan tanggal 15 November 2024 tercatat masing-masing pada level 6,79%,
6,85%, dan 7,07%, tetap menarik untuk mendukung aliran masuk modal
asing. Imbal hasil SBN tenor 2 tahun dan 10 tahun, per 19 November 2024,
meningkat masing-masing menjadi 6,44% dan 6,86% sejalan kenaikan
yield UST. Sementara itu, likuiditas perbankan memadai
sejalan dengan implementasi bauran kebijakan Bank Indonesia, termasuk
Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Likuiditas yang
memadai serta efisiensi perbankan dalam pembentukan harga yang makin
baik, antara lain didorong oleh transparansi SBDK, berdampak positif
pada suku bunga perbankan yang tetap terjaga. Suku bunga deposito 1
bulan dan suku bunga kredit pada Oktober 2024 tercatat masing-masing
sebesar 4,73% dan 9,17%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan level
bulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit pada Oktober 2024 tetap kuat, mencapai 10,92% (yoy). Dari
sisi penawaran, kuatnya pertumbuhan kredit didukung oleh terjaganya
minat penyaluran kredit, berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit
oleh perbankan dan pertumbuhan DPK, serta positifnya dampak
KLM Bank Indonesia. Hingga akhir Oktober 2024, Bank
Indonesia telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp259 triliun kepada
kelompok bank BUMN sebesar Rp120,9 triliun, bank BUSN sebesar Rp110,9
triliun, BPD sebesar Rp24,7 triliun, dan KCBA sebesar Rp2,6 triliun.
Insentif KLM tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas, yaitu
Sektor Hilirisasi Minerba dan Pangan, Sektor Otomotif, Perdagangan dan
Listrik, Gas dan Air (LGA), sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta
UMKM. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja
usaha korporasi yang terjaga sejalan dengan prakiraan pertumbuhan
ekonomi yang tetap baik. Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada
mayoritas sektor ekonomi terjaga kuat, terutama pada sektor Jasa Dunia
Usaha, Perdagangan, dan Industri. Berdasarkan kelompok penggunaan,
pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi,
masing-masing sebesar 9,25% (yoy), 13,63% (yoy), dan 11,01% (yoy) pada
Oktober 2024. Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 11,93% (yoy), sementara
kredit UMKM tumbuh 4,76% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
pertumbuhan kredit pada 2024 diprakirakan tetap berada pada kisaran
10-12% dan akan meningkat pada 2025.
Ketahanan sistem keuangan terjaga baik, termasuk pada industri perbankan.
Likuiditas perbankan tetap memadai, tecermin dari rasio Alat Likuid
terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Oktober 2024 yang tinggi
sebesar 25,58%. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
perbankan pada September 2024 tercatat sebesar 26,78%, tergolong kuat
dalam menyerap risiko dan mendukung pertumbuhan kredit. Sementara itu,
rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan
pada September 2024 terjaga rendah, sebesar 2,21% (bruto) dan 0,78%
(neto). Ketahanan permodalan dan likuiditas perbankan juga didukung oleh
pencapaian profitabilitas bank, serta ditopang oleh kemampuan membayar
dan profitabilitas korporasi yang terjaga, sebagaimana hasil stress test perbankan
terkini. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan
bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu
stabilitas sistem keuangan.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Oktober
2024 tetap tumbuh didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan
andal. Dari sisi nilai besar, transaksi BI-RTGS pada bulan
Oktober 2024 meningkat 21,13% (yoy) dengan nominal transaksi sebesar
Rp16.682,58 triliun. Dari sisi ritel, volume transaksi BI-FAST pada
bulan Oktober 2024 tumbuh 59,3% (yoy) mencapai 339 juta transaksi.
Transaksi digital banking pada bulan yang sama
tercatat 1.960,8 juta transaksi atau tumbuh sebesar 37,1% (yoy),
sementara transaksi Uang Elektronik (UE) tumbuh 27,0% (yoy)
mencapai 1.365,4 juta transaksi. Transaksi pembayaran menggunakan kartu
ATM/D pada bulan Oktober 2024 turun 11,4% (yoy) menjadi 558,8 juta
transaksi. Transaksi kartu kredit pada bulan yang sama tumbuh 19,6%
(yoy) mencapai 39,7 juta transaksi. Transaksi QRIS terus tumbuh pesat
sebesar 183,9% (yoy), dengan jumlah pengguna sampai dengan Oktober 2024
mencapai 54,1 juta dengan jumlah merchant 34,7 juta. Sementara
dari pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD)
tumbuh 11,8% (yoy) menjadi Rp 1.070,6 triliun pada akhir Oktober 2024.
Stabilitas sistem pembayaran tetap terjaga, ditopang oleh struktur industri yang sehat dan infrastruktur yang stabil. Dari
sisi infrastruktur, kelancaran dan keandalan Sistem Pembayaran Bank
Indonesia (SPBI) tetap terjaga stabil. Dari sisi struktur industri,
interkoneksi sistem pembayaran dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan
Digital (EKD) terus meningkat. Transaksi pembayaran berbasis Standar
Nasional Open API Pembayaran (SNAP) juga meningkat sejalan adopsi SNAP
yang meluas untuk berbagai jenis penggunaan. Bank Indonesia
terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan
kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan pemenuhan kebutuhan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
sumber ; https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2625424.aspx