Jakarta, Kemendikbud --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) melalui Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan (BPBP)
menyelenggarakan diskusi terpumpun dengan tema “Bahasa Penghela
Pembangunan Manusia: Pembinaan Bahasa, Pembinaan Bangsa”. Diskusi yang
berlangsung pada tanggal 22 November 2019, di Museum Sumpah Pemuda,
Kwitang, Jakarta ini, dikemas dalam bentuk lesehan bertajuk "Lesehan
Kebangsaan: Bahasa Penghela Pembangunan Manusia: Pembinaan Bahasa,
Pembinaan Bangsa", diikuti oleh peserta yang terdiri dari mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi.
“Kita harus selalu ingat bahwa kita
memiliki simbol negara yang hebat yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara karena bahasa Indonesia inilah yang menyatukan kita dari Sabang
sampai Merauke. Bahasa Indonesia ini ibarat oksigen dan ruh bangsa kita
yang sekali lagi menjadi alat perekat persatuan dan kebinekaan kita,"
disampaikan Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Dadang
Sunendar, dalam pembukaan diskusi.
"Melalui seminar dalam bentuk
lesehan kebangsaan ini kita ingin mengingatkan masyarakat bahwa kita
harus menghormati bahasa negara kita", ujar Dadang.
Urgensi
mengenai toleransi kebangsaan terutama terkait dengan kondisi bangsa
Indonesia saat ini semakin disadari. Untuk itu, Dadang mengingatkan
bahwa bangsa Indonesia lahir dengan berbagai kebinekaan. "Kalau kita
mengkaji apa yang menyatukan kita, yaitu kesamaan dalam berbahasa yaitu
bahasa Indonesia," ungkapnya.
Oleh karena itu, para pemuda masa
kini harus melihat kembali sejarah di mana para pemuda di tahun 1928
menunjukkan toleransi yang begitu besar dalam menentukan bahasa
persatuan.
"Mereka mengusung satu bahasa yang bisa dikatakan baru
yaitu bahasa Indonesia di atas bahasa-bahasa daerah lainnya yang
berjumlah ratusan. Kita sekarang berkomunikasi di sini dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Itu berkat kehebatan dan toleransi para
pemuda kita,” jelas Dadang.
Sementara itu, mantan anggota Komisi X
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) DPR RI, Popong Otje
Djundjunan, dalam sambutannya mengapresiasi langkah yang diambil oleh
BPBP Kemendikbud karena telah berupaya untuk menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa kebanggaan.
“Mudah-mudahan tercapai apa yang
dicita-citakan yaitu menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
internasional. Ini tidak akan terwujud jika kita tidak melangkah
konkret. Jadi ini adalah salah satu langkah konkret untuk memenuhi
amanat undang-undang,” ujar Popong.
Kepala Badan Pembinaan
Ideologi Pancasila, Hariyono, mengungkapkan bahwa bahasa memiliki peran
penting dalam perekat kehidupan berbangsa dan bernegara, meskipun
mungkin bukan satu-satunya perekat.
“Ini yang barangkali perlu
kita sepakati bersama karena di dalam merawat kehidupan berbangsa dan
bernegara yang dipentingkan adalah jangan sampai terjadi
misinterpretasi, miskomunikasi. Dalam komunikasi itulah diperlukan
bahasa yang sama sehingga pemaknaan di dalam proses komunikasi itu tidak
mengalami sebuah distorsi,” kata Hariyono.
Dilanjutkan Hariyono,
untuk membuat bahasa tetap terjaga dan proses pembudayaannya berjalan
baik, diperlukan sebuah lembaga yang bisa merawat dan bisa bertanggung
jawab agar bahasa itu tetap bisa dijaga karena bahasa bukan sekedar tata
bahasa melainkan juga pola pikir. “Orang yang bahasanya baik umumnya
memiliki konstruksi berpikir yang baik sehingga dalam proses
berkomunikasi tidak mudah menimbulkan salah persepsi," tuturnya.
Disebutkan
Hariyono, tantangan bangsa Indonesia ke depan sebagai sebuah bangsa di
era disrupsi yang begitu besar adalah sering terjadinya miskomunikasi
yang berujung konflik. Pembangunan infrastruktur fisik memang penting,
tetapi jika tidak diiringi dengan infrastruktur nilai, maka bisa terjadi
konflik di masyarakat.
"Untuk menjembatani itu diperlukan
bahasa. Kami dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila menganggap kalau
Pancasila tidak disosialisasikan dengan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, tidak mungkin kita bisa hidup berbangsa dan bernegara yang
benar,” pungkas Hariyono.
Upaya internasionalisasi Bahasa Indonesia
Amanat
untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional dimuat
dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang
Negara dan Lagu Kebangsaan. Pasal 44 UU tersebut menyatakan bahwa
bahasa Indonesia harus menjadi bahasa internasional secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan.
Saat ini sudah lebih dari 45 negara, dan 300 lembaga di dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia.
Diterangkan
Dadang Sunendar, ada beberapa syarat agar bahasa Indonesia bisa
ditetapkan sebagai bahasa internasional, diantaranya, memiliki penutur
yang banyak, bahasa yang mudah dipelajari, bahasa tersebut tidak hanya
digunakan di satu negara saja, stabilitas ekonomi politik negara
tersebut harus baik, dan sikap masyarakat Indonesia terhadap bahasanya.
Tantangan
terbesar, menurut Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, masih
terdapat di dalam negeri. "Sikap mengutamakan bahasa negara dibanding
bahasa asing inilah yang harus kita benahi. Ruang-ruang publik kita
masih menggunakan bahasa asing dibanding bahasa Indonesia," ujar Dadang.
Dijelaskan
Dadang, pihaknya tidak anti bahasa asing. Hal tersebut sesuai slogan
lembaga yang dipimpinnya, yaitu “Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan
bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing”.
Secara umum, tidak
terdapat masalah dengan kedaulatan bahasa negara. Hanya saja, menurut
Dadang, tantangan pengutamaan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara masih kerap ditemui. "Di ruang publik, sekelompok orang harus
kita ingatkan terus mengenai penggunaan bahasa negara. Jadi ada
pengutamaan dalam penggunaan bahasa negara, kemudian bahasa daerah dan
terakhir bahasa asing," jelasnya.
"Mudah-mudahan selama syaratnya
sudah kita penuhi, saya optimis di tahun 2045 bahasa Indonesia masuk
dalam jajaran bahasa internasional,” kata Dadang.
Sumber : https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/11/kemendikbud-ajak-pemuda-perkuat-toleransi-melalui-bahasa