Cari Blog Ini

Rabu, 31 Mei 2023

KemenPPPA Sampaikan Progres Pelaporan Implementasi CEDAW dan CRC pada Rapat Koordinasi Evaluasi Instrumen HAM Internasional


 

Jakarta (31/5) – Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) hari ini menghadiri Rapat Koordinasi Evaluasi Instrumen HAM Internasional, bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, untuk melaporkan progres pelaporan implementasi Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), dan Committee on the Rights of the Child (CRC).

 

“Pemerintah Indonesia telah secara berkala melakukan pemantauan, tindak lanjut rekomendasi dan list of issues, serta laporan terhadap implementasi CEDAW. Pemerintah Indonesia juga telah melakukan Dialog Konstruktif dengan Komite CEDAW pada 28 – 29 Oktober 2021, yang dipimpin oleh Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, dan dihadiri secara luring oleh 47 Delegasi Republik Indonesia (Delri) yang mewakili 19 K/L dan 3 pemerintah daerah. Secara umum, Dialog Konstruktif tersebut berjalan dengan lancar,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas KemenPPPA, Margareth Robin Korwa.

 

Margareth menyebutkan beberapa informasi yang dimuat dalam Laporan Periodik ke – 8 atas implementasi CEDAW, yaitu terkait langkah dan kemajuan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap peningkatan kesetaraan gender sejak 2012 hingga Mei 2019, akses pendidikan yang lebih banyak bagi perempuan dan anak dengan menyediakan dukungan (anggaran, bantuan keuangan, serta program pengembangan kapasitas), dan meningkatnya partisipasi perempuan dalam ranah politik, yaitu sebanyak 3.194 perempuan (setara dengan 40% dari total kandidat) yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

 

Kemudian, Laporan Periodik ke – 8 atas implementasi CEDAW tersebut juga menyoroti isu pada sektor ekonomi, yaitu telah diimplementasikannya peraturan yang memberikan kesempatan lebih luas bagi perempuan untuk berkontribusi dalam perekonomian. Beberapa hal yang dilakukan, yaitu memfasilitasi pinjaman mikro dan pembangunan kapasitas untuk mendukung lebih banyak pengusaha perempuan, dan memberikan dukungan terhadap pekerja perempuan (hak untuk cuti hamil, ruang laktasi, pusat penitipan anak, serta jam kerja fleksibel bagi perempuan menyusui). Lalu pada sektor kesehatan, laporan ini memuat tentang bagaimana mengatasi Angka Kematian Ibu (AKI) dengan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan.

 

“Indonesia memperoleh 5 poin rekomendasi dari Komite CEDAW yang tercantum dalam Concluding Observation terkait kerentanan perempuan, diantaranya yaitu (1) Menjamin akses perempuan terhadap keadilan, (2) Melakukan kampanye peningkatan kesadaran dan pemahaman untuk menghapus mutilasi alat kelamin perempuan, (3) Memastikan pelaku Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap perempuan diadili dan dihukum oleh pengadilan agar korban dan saksi mendapatkan perlindungan, dan korban mendapatkan kompensasi yang memadai, (4) Isu perempuan, perdamaian, dan keamanan, serta (5) Isu perdagangan dan eksploitasi prostitusi. Concluding Observations ini disampaikan oleh Komite CEDAW pada 10 November 2021 dan Indonesia telah meresponnya pada 11 November 2021,” tutur Margareth.

 

Sementara itu, Margareth memaparkan tindak lanjut rekomendasi Komite CRC terkait Laporan Periodik ke-3 dan ke-4 Implementasi Konvensi Hak Anak (KHA), bahwa Indonesia telah menyampaikan Laporan Periodik ke-5 dan ke-6 Implementasi KHA pada akhir Desember 2020 yang terbagi atas 11 bab, diantaranya mengenai pendidikan, respon pandemi COVID-19, isu penyandang disabilitas, kesehatan dan kesejahteraan dasar, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, dan kekerasan terhadap anak.

 

“Pemerintah Republik Indonesia menyambut baik rekomendasi Komite atas Laporan Berkala Ketiga dan Keempat tentang Implementasi Konvensi Hak Anak (KHA), dan kami telah mengambil langkah - langkah strategis dalam upaya melaksanakan rekomendasi Komite ke dalam kebijakan, program, dan kegiatan. Beberapa peraturan perundangan yang sudah dihasilkan, yaitu (1) Undang - Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak – Hak Penyandang Disabilitas), (2) Undang - Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, (3) Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas, (4) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2020 tentang Aksesibilitas terhadap Permukiman, Pelayanan Publik, dan Pelindungan dari Bencana bagi Penyandang Disabilitas, (5) Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, (6) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2019 tentang Fasilitasi Akses terhadap Ciptaan bagi Penyandang Disabilitas dalam Membaca dan Menggunakan Huruf Braille, Buku Audio, dan Sarana Lainnya, dan (7) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 4 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas,” tutur Margareth.

 

Lebih lanjut, Margareth menegaskan bahwa Pemerintah Republik Indonesia juga telah berkomitmen untuk menguatkan Sistem Perlindungan Anak (SPA) yang terdiri dari 5 sub-sistem yang saling berkaitan, yaitu (1) Hukum dan Kebijakan, (2) Kesejahteraan bagi Anak dan Keluarga, (3) Peradilan, (4) Perubahan Perilaku Sosial, serta (5) Data dan Informasi. Pemerintah juga telah menetapkan target peningkatan Indeks Perlindungan Anak (IPA) dari 62,72 (2018) menjadi 73,49 pada 2024. IPA merupakan indeks yang dapat menggambarkan Perlindungan Anak secara utuh, baik perlindungan hak dan perlindungan khusus anak, yang disusun dari lima 5 klaster pada Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

 

Sumber ;  https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4561/kemenpppa-sampaikan-progres-pelaporan-implementasi-cedaw-dan-crc-pada-rapat-koordinasi-evaluasi-instrumen-ham-internasional