"Dalam dokumen tersebut, Indonesia meningkatkan target penurunan emisi
gas rumah kaca menjadi 32%, dari sebelumnya 29% dengan upaya sendiri,
dan 43% melalui bantuan internasional, dari yang sebelumnya 41%," ujar
Arifin.
Pemerintah Indonesia, urai Arifin, saat ini tengah menyusun target yang
lebih ambisius dalam mengurangi emisi GRK, yang nantinya akan
disampaikan ke dunia internasional dengan dituangkan ke dalam dokumen
NDC kedua. Hal ini menjadi bagian upaya Indonesia untuk terus
meningkatkan komitmennya dalam mengatasi dampak perubahan iklim global.
Untuk mencapai target tersebut, Arifin menekankan bahwa diperlukan
kesiapan dan ketersediaan sumber daya mineral kritis. Ia menyebut bahwa
mineral kritis sangat diperlukan karena merupakan bahan dasar untuk
elemen dalam teknologi bersih, seperti untuk panel surya dan lainnya.
"Hal itu sejalan dengan usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi
penggunaan sumber bahan bakar fosil dan meningkatkan pemanfaatan sumber
energi yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT)," imbuhnya.
Upaya lain yang dilakukan Indonesia untuk mencapai target pengurangan
emisi, tambah Arifin, adalah dengan mendorong pergeseran pemanfaatan
mobil listrik untuk menggantikan mobil berbasis energi fossil, dengan
menawarkan kemudahan kepemilikan dengan insentif yang menarik.
"Di sektor industri, inovasi untuk mengganti boiler konvensional dengan
boiler listrik dan teknologi pompa panas dapat meningkatkan efisiensi
energi sebesar 75%-95% dan mengurangi emisi sebesar 20%-60%. Juga
mengintensifkan teknologi penangkapan dan penyimpanan CO2 dalam produksi
hidrogen untuk industri baja dan petrokimia," terangnya.
Meski demikian, Arifin menyebut bahwa semua hal tersebut harus
membutuhkan kolaborasi yang sangat luas, tidak hanya dengan seluruh
stakeholder di dalam negeri, namun juga membutuhkan kolaborasi antar
negara untuk mempercepat transisi menuju energi bersih.
"Kolaborasi tidak hanya didasarkan pada prinsip-prinsip perdagangan dan
investasi, tetapi juga mempertimbangkan keuntungan antar pihak, dengan
peningkatan industri lokal, konten lokal, penciptaan lapangan kerja, dan
interkonektivitas regional serta pendanaan," Pungkas Arifin.
Untuk diketahui, Pertemuan the 26th World Energy Congress
diselenggarakan pada 22-25 April 2024, oleh World Energy Council bersama
dengan Ministry of Economic Affairs and Climate Policy Pemerintah
Belanda, dengan mengambil tema 'Redesigning Energy for People and
Planet'.
Kongres ini merupakan pertemuan energi global yang akan menghadirkan
lebih dari 200 pembicara C-suite dan kurang lebih 70 Menteri, serta
lebih dari 7000 pemangku kepentingan di energi internasional guna
memungkinkan dialog antar pemerintah tingkat tertinggi dan menyatukan
dunia usaha dan komunitas untuk mewujudkan transisi energi yang lebih
cepat, adil, dan terjangkau luas.