Jakarta, Kemenkeu – Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Indonesia hingga Maret 2024 tetap solid namun waspada,
dihadapkan pada berbagai tantangan geopolitik dan ekonomi global. Hal
ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam
Konferensi Pers APBN Kita Edisi April 2024, yang diselenggarakan secara
hybrid hari ini (26/04), di Jakarta.
“Karena 2024 ini terutama masuk ke triwulan kedua banyak perubahan di
dalam geopolitik dan global ekonomi yang akan berimbas pada perekonomian
seluruh dunia, termasuk Indonesia dan APBN,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Menkeu menjelaskan bahwa hingga Maret 2024,
penerimaan negara telah mencapai Rp620,01 triliun atau setara dengan
22,1 persen dari target yang ditetapkan. Meskipun terjadi penurunan
sebesar 4,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini masih sesuai
dengan ekspektasi mengingat pertumbuhan yang tinggi pada periode
sebelumnya.
Dari sisi belanja, Menkeu menjabarkan bahwa sebesar Rp 611,9 triliun
telah dibelanjakan atau 18,4 persen dari pagu belanja tahun ini. Hal ini
sekaligus juga menunjukan kenaikan sebesar 18 persen dibandingkan tahun
sebelumnya disebabkan oleh belanja front loading, seperti
penyelenggaraan Pemilu.
“Posisi total dari APBN kita masih surplus Rp 8,1 triliun atau 0,04
persen dari GDP. Dari sisi keseimbangan primer surplus 122,1 triliun,”
kata Menkeu.
Namun, prospek perekonomian global di tahun 2024 masih penuh tantangan
dengan memanasnya konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel. Hal
tersebut berdampak signifikan pada disrupsi rantai pasok global yang
berpotensi menyebabkan naiknya harga komoditas, termasuk dampaknya
terhadap pergerakan harga minyak.
“Kecenderungan harga minyak yang tinggi berarti akan mempengaruhi APBN
dan perekonomian kita dan kemudian menyebabkan tekanan terhadap
inflasi,” tuturnya.
Selain itu, keputusan Federal Reserve AS untuk menunda penurunan suku
bunga, juga mempengaruhi arus modal secara global. Ini mengakibatkan
capital outflow dan tekanan terhadap nilai tukar di berbagai negara,
termasuk Indonesia.
“Situasi global yang cenderung melemah dan tekanan yang bertubi-tubi
baik dari geopolitik, harga komoditas, inflasi, dan suku bunga, tentu
akan mempengaruhi kinerja perekonomian seluruh dunia, terutama untuk
manufaktur,” imbuhnya.
Meski begitu, Menkeu menyebut Indonesia masih mempertahankan kinerja
ekonomi yang ekspansif dan relatif kuat. Indeks kepercayaan konsumen
Indonesia juga masih stabil, dengan aktivitas manufaktur yang masih
positif. Namun, masih terdapat beberapa koreksi dalam sektor konsumsi
yang perlu diwaspadai, baik yang bersifat musiman maupun struktural.
“Ekonomi yang tentu mempengaruhi pelaksanaan APBN kita, terutama dari
pos-pos yang dipengaruhi secara langsung oleh kinerja ekonomi seperti
penerimaan negara. Kalau dari sisi belanja itu adalah dalam kontrol
pemerintah, mungkin ada beberapa pos yang juga nanti akan kita
waspadai,” tukasnya.