Jakarta, 06/5/2024 Kemenkeu – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Indrawati mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia kembali tumbuh kuat
di tengah stagnasi ekonomi global dan gejolak pasar keuangan. Pada
triwulan pertama 2024, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,1 persen
(yoy), utamanya ditopang oleh permintaan domestik yang kuat dan dukungan
APBN. Capaian pertumbuhan tersebut berdampak positif terhadap penurunan
tingkat pengangguran terbuka.
"Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia terus dapat
menunjukkan resiliensinya, terlihat dari capaian pertumbuhan pada
triwulan I ini. Kualitas pertumbuhan juga meningkat signifikan tercermin
dari penciptaan lapangan kerja yang cukup tinggi sehingga mampu
menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ke level dibawah
prapandemi. Ke depan APBN akan terus dioptimalkan untuk menjaga
stabilitas ekonomi, mendorong akselerasi pertumbuhan, dan penciptaan
lapangan kerja, " ujar Menteri Keuangan.
Di sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non-Profit yang
Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh masing-masing 4,9 persen dan 24,3
persen (yoy). Pertumbuhan ini didorong oleh terkendalinya inflasi,
meningkatnya aktivitas ekonomi selama Ramadan, kenaikan gaji ASN,
pemberian THR, serta berbagai aktivitas terkait Pemilu 2024.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP) tumbuh double digit sebesar 19,9
persen (yoy). Kinerja belanja pegawai dalam APBN menjadi salah satu
faktor yang mendukung kuatnya pertumbuhan ini, terutama melalui kenaikan
gaji ASN dan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dengan tunjangan
kinerja 100% pada triwulan I 2024. Di sisi lain, belanja barang dan
belanja sosial yang merupakan bagian dari PKP juga meningkat cukup
signifikan menyumbang 1,1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan I
2024. Sementara, pertumbuhan PMTB atau investasi tercatat sebesar 3,8
persen (yoy). Kinerja investasi sektor swasta juga tumbuh tinggi 22,1
persen (yoy) dengan sebaran investasi antara Jawa dan Luar Jawa yang
berimbang.
Selanjutnya, tren perlambatan ekonomi global mempengaruhi pertumbuhan
ekspor dan impor Indonesia. Meski begitu, sektor-sektor unggulan dari
sisi produksi tetap tumbuh positif, seperti sektor manufaktur dan
perdagangan. Namun, sektor pertanian mencatatkan kontraksi sebesar 3,5
persen (yoy), dipengaruhi oleh musim.
Peningkatan mobilitas masyarakat juga mendukung pertumbuhan
sektor-sektor penunjang pariwisata, seperti sektor transportasi dan
akomodasi yang masing-masing tumbuh sebesar 8,7 persen (yoy) dan 9,4
persen (yoy).
Secara spasial, tren pertumbuhan positif juga terjadi di semua wilayah
Indonesia. Pulau Jawa sebagai kontributor utama perekonomian, tumbuh
relatif kuat di level 4,8 persen (yoy). Sementara itu, keberlanjutan
pengembangan industri hilirisasi SDA menjadi faktor utama bagi
pertumbuhan kawasan Sulawesi dan Maluku-Papua yang tumbuh masing-masing
6,4 persen dan 12,2 persen (yoy) diikuti pertumbuhan ekonomi di
Kalimantan sebesar 6,2 persen (yoy).
Pertumbuhan ekonomi yang solid juga berdmpak positif pada penyerapan
tenaga kerja nasional, menurunkan secara signifikan tingkat pengangguran
terbuka (TPT), serta menurunkan proporsi pekerja informal. Penurunan
proporsi pekerja informal ini memberikan indikasi positif terhadap
peningkatan kualitas tenaga kerja secara nasional.
Namun demikian, ada beberapa risiko global yang masih harus dihadapi,
diantaranya arah kebijakan FED yang masih penuh ketidakpastian, eskalasi
tensi geopolitik berbagai kawasan, serta disrupsi rantai pasok global
yang belum sepenuhnya pulih. Sebagai langkah antisipatif atas berbagai
dinamika global tersebut, sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain
khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan akan terus diperkuat
untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dengan begitu, Pemerintah akan terus melakukan monitoring dan asesmen
terhadap potensi dampak dari dinamika global terhadap perekonomian
domestik serta kondisi fiskal. APBN akan terus dioptimalkan sebagai
shock absorber untuk menjaga daya beli masyarakat dan momentum
pertumbuhan ekonomi.