PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti ancaman kejahatan siber yang bisa menjerat anak-anak. Apalagi di era digital yang serba terhubung, anak-anak bisa terkena modus penipuan yang kini tidak hanya mengincar orang dewasa yakni melalui game online, tautan palsu, hingga aplikasi berbahaya melalui file APK.
Ia menekankan pentingnya peran seluruh elemen bangsa dalam melindungi
anak-anak Indonesia dari bahaya dunia digital. “Literasi digital tidak
boleh hanya jadi program pemerintah pusat. Ini harus menjadi gerakan
nasional yang dimulai dari keluarga, didukung oleh sekolah maupun
lingkungan pendidikan lainnya, dan dilindungi oleh negara," kata Puan
melalui rilis yang diterima oleh Parlementaria, Jumat (11/4/2025).
"Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban hanya karena orang dewasa
di sekitarnya tidak paham bahaya dunia digital. Kesejahteraan anak bukan
hanya soal fisik dan ekonomi, tapi juga soal mental dan keamanan mereka
di ruang digital," imbuhnya.
Berdasarkan laporan yang ia terima, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2024, Indonesia mengalami lebih dari
220 juta upaya serangan siber. Anak-anak dikhawatirkan menjadi sasaran
dalam banyak kasus penipuan digital mulai dari pencurian data lewat game
online, jual beli akun bodong, hingga file APK berbahaya yang menyasar
perangkat orang tua melalui aplikasi pesan.
Di media sosial, banyak masyarakat yang membagikan pengalaman soal modus
kejahatan digital yang kini tak lagi sekadar email mencurigakan atau
penipuan berkedok hadiah. Penipuan menyusup melalui game online,
aplikasi palsu, hingga link phising yang dikirim lewat WhatsApp.
Mirisnya, banyak dari korbannya termasuk anak-anak sebagai kelompok yang
rentan. Beberapa kasus menunjukkan anak-anak yang terjebak game online
mendapat janji virtual dengan salah satu modusnya adalah janji
menggiurkan mendapatkan ‘item gratis’, koin, atau bahkan skin premium.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, anak-anak ini diminta mengklik
link mencurigakan, memasukkan data pribadi, hingga tanpa sadar membuka
akses ke akun atau keuangan keluarga. Modus ini sering kali berujung
pada pencurian data pribadi anak dan bahkan akses ke rekening orang tua.
Karena itu, Puan menyebut negara harus hadir dan melindungi anak-anak
generasi penerus bangsa. Apalagi, Undang-undang Nomor 4 tahun 2024
tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) telah mengamanatkan bahwa
negara menjamin kehidupan setiap warga negara dan berupaya untuk
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak untuk mewujudkan sumber daya
manusia dan generasi penerus yang unggul.
Puan pun menegaskan bahwa pemahaman ini harus diterapkan juga dalam
konteks era digital. "Dalam RUU KIA, disebutkan bahwa negara, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan bertanggung jawab secara bersama-sama dalam
menjamin tumbuh kembang dan kesejahteraan anak. Ini mencakup
perlindungan dari segala bentuk ancaman, termasuk di ruang digital,”
papar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR tersebut.
Selain itu, Puan juga menyerukan keterlibatan aktif sektor pendidikan
dalam literasi digital. Ia berharap sekolah dapat membantu untuk
mengajarkan anak untuk memahami penggunaan digital dengan benar.
"Sekolah harus jadi benteng pertama setelah keluarga. Anak-anak harus
diajarkan sejak dini tentang etika digital, cara melindungi data diri,
dan mengenali modus kejahatan siber," tutur Puan.
Mantan Menko PMK itu pun mendorong literasi digital digaungkan hingga
pelosok negeri. Puan menekankan hal tersebut lantaran literasi digital
selama ini masih terfokus di kota-kota besar.
"Di desa dan pinggiran kota, masih banyak orang tua yang tidak memahami
cara mengontrol anak dari media sosial, pentingnya tidak membagikan OTP,
atau bahkan sekadar berdialog dengan anak tentang apa yang mereka akses
secara online," sebutnya.
Untuk menjawab tantangan ini, Puan juga mendorong pembentukan Panitia
Kerja Keamanan Digital yang fokus pada pengawasan dan perlindungan warga
dari kejahatan siber. Selain itu, DPR juga akan mendukung penguatan
program literasi digital berbasis keluarga dan komunitas khususnya di
wilayah dengan tingkat literasi yang masih rendah.
“Anak-anak tidak hanya butuh perlindungan fisik, tetapi juga
perlindungan digital. Karena itu, literasi digital harus menjadi
prioritas, bukan hanya di kota besar, tapi juga sampai ke
keluarga-keluarga di pelosok," tutur Puan.
"Ruang digital seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendidik, bukan
medan yang penuh jebakan bagi generasi muda. Literasi digital bukan
pilihan, melainkan kebutuhan mendesak," pungkas Cucu Bung Karno itu.