BRASIL , Kemenkeu - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono hadir mewakili untuk Menteri Keuangan (Menkeu) dalam Agenda Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota Kelompok Brasil, Rusia, India, China, South Africa (BRICS), pada Sabtu (5/7), di Rio de Janeiro, Brasil. Pertemuan ini dilakukan sehari sebelum dilangsungkannya Koferensi Tingkat Tinggi BRICS.
Pertemuan puncak di jalur keuangan BRICS ini membahas perekonomian
global, khususnya dampak perang dagang dan respon kebijakan di
masing-masing negara serta peran BRICS dalam mendorong multilateralisme.
Para Menteri Keuangan ini secara khusus juga membahas isu-isu seputar
Kementerian Keuangan antara lain pendanaan untuk perubahan iklim dan
beberapa inisiatif mobilisasi pembiayaan di BRICS seperti pembentukan
New Investment Platform, BRICS Multilateral Guarantee dan Infrastructure
Information Hub.
Secara khusus, Wamenkeu Thomas menyerukan pentingnya pengembangan
sektor keuangan negara-negara BRICS dengan penekanan khusus pada isu
keuangan berkelanjutan. Pendanaan terhadap perubahan iklim kini sedang
menghadapi tantangan akibat perubahan prioritas pada negara-negara maju,
sehingga inisiatif Kelompok BRICS pada area ini menjadi sangat krusial.
Selanjutnya, para pemimpin negara-negara BRICS menggelar KTT Ke-17
pada Minggu (6/7), di Rio de Janeiro, dengan tema “Memperkuat Kerja Sama
Selatan-Global untuk Tata Kelola yang Lebih Inklusif dan
Berkelanjutan”. Deklarasi Rio menandai momen penting di tengah
meningkatnya ketegangan geopolitik dan ketidakpastian global, serta
menjadi simbol kebangkitan suara negara-negara berkembang.
Dalam isu perubahan iklim, BRICS menegaskan komitmen pada
Perjanjian Paris, mendukung transisi energi yang adil, serta menuntut
pembiayaan iklim yang memadai dan dapat diakses bagi negara berkembang.
Disepakatinya Leaders’ Framework Declaration on Climate Finance
menegaskan tanggung jawab negara maju dalam mendukung transisi hijau
Global South.
Deklarasi juga memuat sikap tegas terkait berbagai konflik global.
BRICS mendesak penghentian serangan terhadap Gaza, penarikan penuh
pasukan Israel, dan mendukung kemerdekaan Palestina. Mereka mengecam
serangan militer terhadap Iran dan menekankan pentingnya penyelesaian
damai di Ukraina melalui dialog. Selain itu, BRICS menekankan perlunya
solusi “African solutions to African problems” bagi konflik di Afrika.
Di bidang ekonomi, BRICS mendorong reformasi sistem keuangan
global, termasuk IMF dan Bank Dunia, agar lebih inklusif dan mewakili
realitas ekonomi baru. Diluncurkannya inisiatif seperti New Investment
Platform dan BRICS Multilateral Guarantees menunjukkan upaya memperkuat
kemandirian finansial Selatan-Global. Pendirian BRICS Grain Exchange
juga menjadi simbol kedaulatan pangan dan ketahanan rantai pasok.
Isu teknologi dan tata kelola digital turut mendapat sorotan,
dengan ditekennya BRICS Leaders’ Statement on Global AI Governance yang
menekankan pembangunan teknologi yang inklusif, aman, dan berdaulat.
BRICS juga menolak fragmentasi internet dan mendukung penguatan
kerjasama keamanan siber.
Dengan deklarasi ini, BRICS menunjukkan diri sebagai kekuatan
kolektif yang menawarkan “angin segar” bagi tatanan dunia. Komitmen pada
solidaritas, inklusivitas, dan keadilan menjadi pesan utama yang ingin
disampaikan ke panggung global — sebuah ajakan untuk membangun masa
depan yang lebih setara, berkelanjutan, dan damai.
Sebagai Informasi, salah satu sorotan utama pada KTT BRICS tahun
ini adalah diterimanya Republik Indonesia sebagai anggota penuh BRICS,
bersama Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Nigeria, Malaysia, Thailand,
Vietnam, Uganda, dan Uzbekistan sebagai mitra baru. Langkah ini
menunjukkan tekad BRICS untuk memperluas pengaruh dan memperkuat
solidaritas Global South, sekaligus menyeimbangkan dominasi
negara-negara maju.