akarta - Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menjadi pembicara pada kegiatan “2nd International Military Medicine (IMEDIC) Symposium and Workshop” di Aston Kartika Grogol, Rabu (22/10/2025). Hadir pada kesempatan tersebut, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri Pertahanan RI Donny Ermawan Taufanto, Mantan Kepala Pusat Kesehatan TNI dan Chairman International Committee of Military Medicine (ICCM) Daniel Tjen, serta Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama World Health Organization (WHO) Tikki Pangestu. Simposium ini melibatkan sekitar 200 orang peserta yang berasal dari perwakilan kementerian/lembaga serta para ahli medis militer dari seluruh dunia.
Mengangkat tema Biosecurity and Biosafety in Healthcare Services, kegiatan ini diselenggarakan sebagai forum strategis lintas sektor untuk membahas isu-isu kesehatan yang vital mengenai pengembangan produk obat inovatif melalui pertukaran pengetahuan, presentasi teknologi inovatif, dan pengembangan strategi kolaboratif. Dalam kesempatan ini, Kepala BPOM membawakan materi bertajuk “Indonesian FDA to Compete in a Global Clinical Trial for a New Drug.”
Kepala BPOM melalui paparannya menegaskan pentingnya uji klinik sebagai kunci pengembangan obat dan teknologi kesehatan yang aman dan efektif. Ia menguraikan mengenai potensi sektor obat dan makanan Indonesia bagi peningkatan perekonomian bangsa, dengan capaian ekonomi hingga Rp6.000 triliun per tahun melalui keterlibatan ratusan ribu pelaku usaha dari skala besar hingga kecil. “Indonesia memiliki 18.000 jenis obat herbal asli, tertinggi di dunia. BPOM melihat ini sebagai peluang yang menjanjikan untuk dikembangkan menjadi produk medis global,” papar Taruna.
BPOM mengusung prinsip kolaborasi ABG (academic, business, government) untuk memperkuat riset, inovasi, dan industrialisasi produk kesehatan. Berdasarkan perannya masing-masing, akademisi berkontribusi melalui penelitian terapan, pengawasan akademik, keahlian, dan pendanaan riset, serta memberikan dasar ilmiah yang kuat melalui pelatihan teknis (seperti good manufacturing practices/GMP, good laboratory practices/GLP, dan good clinical practices/GCP). Pelaku usaha berfokus dalam penerapan komunikasi bisnis, pendampingan regulatori, dan pelatihan teknis. Sedangkan pemerintah, dalam hal ini BPOM, melakukan pengawalan dari sisi pengembangan obat melalui regulasi, pelatihan teknis, dan pendirian pusat penelitian. Pemerintah juga menyediakan kerangka hukum dan pedoman untuk menjamin keamanan, khasiat, dan kepatuhan terhadap mutu.
Untuk meningkatkan uji klinik di Indonesia, BPOM melakukan beberapa strategi sinergis dengan lintas sektor, antara lain penguatan regulatori melalui pengakuan sebagai World Listed Authority (WLA) dan pembaruan regulasi, kolaborasi penguatan ekosistem uji klinik dan perjanjian kerja sama, transformasi digital, serta pendampingan regulatori. Melalui pendampingan regulatori secara khusus, Kepala BPOM mendorong setidaknya dapat terlaksana 3 uji klinik dalam setahun, dengan terus meningkatkan kapasitas, kesiapan, dan kualitas pengujian yang berstandar internasional.
“Saat ini, terdapat 157 uji klinik aktif, dengan target peningkatan kualitas dan jumlah uji klinik yang memenuhi standar internasional. BPOM juga melakukan percepatan proses perizinan uji klinik yang hanya perlu waktu 20 hari kerja untuk prosesnya.” terang Kepala BPOM.
Selain itu, Taruna Ikrar memaparkan peran strategis BPOM dalam memperkuat kualitas ekosistem uji klinik di Indonesia sesuai dengan WHO melalui kerangka 4 pilar. Pilar pertama fokus pada penguatan sistem regulatori melalui digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Pilar kedua fokus pada pembentukan tata kelola yang efektif dan efisien dengan menjunjung tinggi integritas ilmiah dan etika selama proses uji klinik. Pilar ketiga menekankan kolaborasi dengan pemangku kepentingan utama untuk memperkuat infrastruktur dan sumber daya manusia di bidang uji klinik. Dan pilar keempat fokus pada koordinasi erat dengan komite etik, termasuk harmonisasi prosedur untuk meningkatkan efisiensi dan memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan uji klinik.
“Melalui keempat pilar ini, BPOM berkomitmen untuk memastikan bahwa ekosistem uji klinik di Indonesia kuat, kredibel, dan sesuai dengan standar global sehingga dapat mendorong inovasi, menjamin keselamatan pasien, dan meningkatkan hasil kesehatan masyarakat yang lebih baik,” tukas Taruna.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan mengenai faktor yang penting dikuasai oleh laboratorium kesehatan masyarakat untuk menjawab tantangan global dalam pengembangan obat. Menurutnya, teknologi rapid test dan molecular biology perlu dikuasai dan dilengkapi kebutuhan infrastrukturnya. “Dibangun di seluruh indonesia, kalau perlu bangun proxy di luar sehingga bisa mencegah, jika ada ancaman biosecurity dan biosafety dari luar,” tegas Budi Gunadi Sadikin.
Selanjutnya, Tikki Pangestu menjelaskan mengenai sistem kesehatan nasional yang perlu mencontoh tren global melalui universal coverage. “Sistem kesehatan sudah sepatutnya oleh rakyat untuk rakyat. Gagasannya yaitu tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan akses fasilitas kesehatan masyarakat untuk semua kalangan. Bukan hanya untuk masyarakat, tapi bagaimana masyarakat ikut menyumbang [andil] pada sistem kesehatan,” ujarnya.
Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto menguntai harapan agar pelaksanaan simposium ini dapat mendorong lahirnya gagasan dan kontribusi untuk penguatan sistem biosecurity dan biosafety di indonesia. Forum ini sekaligus diharapkan menjadi momentum untuk mempersiapkan tenaga kesehatan militer dalam mengatasi ancaman biologis di masa depan.
“Kemhan mendukung IMEDIC dan tidak berhenti dalam forum akademis semata. Namun, juga berkontribusi dalam menghasilkan rekomendasi strategis yang dapat ditindaklanjuti oleh seluruh pengaku kepentingan di bidang pertahanan dan kesehatan nasional,” tukas Donny.






