Geliat
sektor industri pengolahan nonmigas di tanah air terus menunjukkan
pemulihan yang positif, meskipun masih mengahadapi berbagai tantangan
baik dari dalam negeri maupun dampak global. Hal ini tercemin dari
laporan S&P Global melalui Purchasing Managers’ Index
(PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2025 yang tumbuh sebesar 51,5,
atau naik 2,3 poin dari capaian bulan Juli yang berada di level 49,2.
Peningkatan ini mengembalikan posisi ke fase ekspansi setelah lima bulan
berturut-turut mengalami kontraksi.
Menteri
Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, lonjakan PMI
manufaktur Indonesia tersebut memperlihatkan kepercayaan pelaku industri
yang semakin tinggi dalam menjalankan usahanya dan bukti ketahanan
industri manufaktur dalam negeri di tengah dinamika politik dan ekonomi
nasional maupun global.
“Kami
menyambut baik laporan PMI manufaktur bulan Agustus ini yang
menunjukkan adanya pemulihan kinerja manufaktur nasional. Peningkatan
ini didorong oleh bertambahnya pesanan baru, baik itu dari pasar
domestik maupun ekspor, serta juga meningkatnya aktivitas pada
produksi,” kata Menperin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/9).
Secara teknikal, penguatan PMI pada Agustus 2025 terutama ditopang oleh meningkatnya pesanan baru (new orders)
yang melonjak dari 48,3 pada Juli menjadi 52,3 atau naik 4,0 poin.
Lonjakan ini turut didukung oleh pertumbuhan pesanan ekspor baru yang
naik 2,8 poin menjadi 51,2, menandakan adanya peningkatan permintaan
dari pasar global.
Selain itu, aktivitas produksi (output/activity)
juga meningkat signifikan dari 49,0 ke 52,6 atau naik 3,6 poin,
sehingga kapasitas produksi industri kembali ke level ekspansif.
Perusahaan pun menambah tenaga kerja, tercermin dari indeks employment yang naik menjadi 50,4, serta meningkatkan aktivitas pembelian bahan baku, dengan quantity of purchases naik 3,1 poin ke level 51,6.
Perbaikan lain terlihat pada stocks of purchases yang meningkat 2,2 poin ke 51,1, serta membaiknya waktu pengiriman pemasok (suppliers’ delivery times)
yang naik ke 50,0. Kombinasi variabel-variabel utama inilah yang
mendorong PMI manufaktur Indonesia menembus kembali fase ekspansi pada
Agustus 2025.
Namun
demikian, Menperin mengingatkan bahwa keberlanjutan tren positif
industri manufaktur sangat erat kaitannya dengan stabilitas nasional.
“Industri butuh kondisi yang kondusif dalam menjalankan operasionalnya.
Situasi yang mengarah ke destabilisasi, makar, atau kerusuhan
dikhawatirkan akan menurunkan kembali tingkat optimisme para pelaku
industri,” tegas Menperin.
Menurut
Menperin, sektor manufaktur berbeda dengan sektor lain karena memiliki
ekosistem yang luas dan sensitif. “Manufaktur melibatkan banyak
kegiatan, mulai dari forward linkages, backward linkages,
investasi, UMR, bahan baku, logistik, hingga sumber daya energi. Semua
rantai ini harus dijaga agar optimisme tetap tumbuh,” jelasnya.
Menperin
menambahkan, PMI manufaktur tidak pernah dijadikan tolak ukur oleh
Kemenperin sebagai landasan menganalisa kondisi lapangan, melainkan
hanya dipandang sebagai salah satu indikator tambahan untuk melengkapi
analisis. “Bagi kami, IKI jauh lebih representatif karena melibatkan
responden yang lebih besar, yaitu sebanyak 2.500–3.000 perusahaan
industri dari 23 subsektor,” jelasnya.
PMI
manufaktur Indonesia pada Agustus 2025 mampu melampaui PMI manufaktur
Prancis (49,9), Jerman (49,9), Jepang (49,9), Myanmar (50,4), Filipina
(50,8), Korea Selatan (48,3), Taiwan (47,4), Inggris (47,3), dan China
(50.5).
Agus
juga menegaskan, peningkatan ini sekaligus menjadi sinyal positif bahwa
sektor industri manufaktur tetap tangguh dan mampu menjadi motor
penggerak ekonomi nasional. “Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk
mewujudkan arahan Bapak Presiden Prabowo, bahwa Indonesia akan tumbuh
menjadi negara industri yang kuat dan tidak kalah dengan negara lain.
Semangat yang disampaikan oleh Bapak Presiden merupakan arah sekaligus
energi baru bagi kita semua,” tuturnya.
Oleh
karena itu, Kemenperin bertekad untuk terus memperkuat daya saing
industri nasional melalui hilirisasi, peningkatan kualitas SDM industri,
serta pemanfaatan teknologi dan inovasi. “Dengan kolaborasi erat antara
pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, Indonesia siap menjadi
kekuatan industri yang diperhitungkan di kancah global,” tegasnya.
Menperin
juga menyampaikan bahwa pernyataan Presiden Prabowo menjadi peta jalan
pembangunan industri nasional. Kemenperin, menurutnya, akan memastikan
seluruh kebijakan sejalan dengan visi tersebut.
“Kami
akan mempercepat transformasi industri 4.0, mendorong pengembangan
industri hijau, serta memperkuat ekosistem IKM. Bersama dunia usaha dan
seluruh pemangku kepentingan, kami optimistis Indonesia mampu berdiri
sejajar bahkan unggul dibandingkan negara-negara industri lainnya,”
jelas Agus.
Lebih
lanjut, Menperin menyatakan, Kemenperin tengah mempercepat program
hilirisasi sumber daya alam, penguatan industri manufaktur, serta
pengembangan kawasan industri berbasis teknologi. Langkah-langkah nyata
ini diyakini akan mempercepat transformasi Indonesia menjadi pusat
pertumbuhan industri di kawasan maupun global.
“Visi
Bapak Presiden Prabowo yang menargetkan Indonesia harus menjadi negara
industri yang kuat, kami sambut dengan kesiapan program yang nyata.
Dengan hilirisasi, penguatan manufaktur, serta kawasan industri berbasis
teknologi, kami optimistis Indonesia akan tampil sebagai pusat
pertumbuhan industri yang berdaya saing,” imbuhnya.
Sejalan dengan IKI
Capaian
ekspansi PMI Manufaktur pada Agustus 2025 sejalan dengan hasil Indeks
Kepercayaan Industri (IKI), yang sebelumnya telah dilansir oleh
Kemenperin. Pada Agustus 2025, IKI tercatat 53,55, meningkat 0,66 poin
dibandingkan Juli 2025 (52,89). Angka ini juga lebih tinggi 1,15 poin
dibandingkan Agustus 2024 (52,40).
“PMI
dan IKI sama-sama mengonfirmasi bahwa tren pertumbuhan sektor industri
sedang menguat atau ekspansif. Ini menambah keyakinan kami bahwa
kebijakan pemerintah dalam menjaga daya saing industri berada di jalur
yang tepat,” ujar Menperin.
Penguatan
IKI bulan Agustus didukung oleh peningkatan dua dari tiga variabel
pembentuknya, yaitu indeks pesanan yang naik 2,98 poin ke 57,38 dan
persediaan produk meningkat 2,05 poin menjadi 57,04. Sementara itu,
berdasarkan laporan S&P Global, pesanan baru pada Agustus tumbuh
untuk pertama kali dalam lima bulan terakhir, dengan volume ekspor
mencatat kenaikan tercepat sejak September 2023. Kondisi ini mendorong
perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja dan aktivitas pembelian
bahan baku.
“Industri
kita mulai kembali agresif merespons permintaan pasar. Peningkatan
pesanan ekspor juga menunjukkan bahwa produk manufaktur Indonesia
semakin dipercaya di pasar global,” tambah Agus. Ke depan, Menperin
optimistis, pelaku industri tetap percaya diri terhadap prospek
pertumbuhan produksi. Sentimen positif ini didukung oleh harapan
membaiknya kondisi ekonomi, peluncuran produk baru, serta peningkatan
daya beli masyarakat.
“Pemerintah
melalui Kemenperin akan terus memperkuat kebijakan hilirisasi,
mendukung inovasi, dan membuka akses pasar yang lebih luas. Dengan
langkah ini, kami yakin tren positif di sektor manufaktur dapat
berlanjut, sekaligus memberikan kontribusi signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Agus.
Sumber : https://www.kemenperin.go.id/artikel/72482198/PMI-Manufaktur-Sentuh-Fase-Ekspansif,-Menperin:-Industri-Butuh-Iklim-Kondusif