PATI- Tragedi tiang listrik yang ramai dibicarakan
khalayak rupanya menjadi topik bahasan yang cukup menarik dalam Suluk
Maleman di rumah Adab Indonesia Mulia, Sabtu (25/11). Kejadian itu
dinilai budayawan yang juga penggagas Suluk Maleman, Habib Anis Sholeh
Baasyin mampu menjadi berkah tersendiri.
Pasalnya, tragedi itu
bisa menjadi pembuktian bahwa seringkali rakyat diadu domba hanya untuk
kekonyolan-kekonyolan semata. ”Seringnya rakyat dipaksa harus membela
sesuatu sampai habis-habisan, sedangkan elite politiknya justru
enak-enakan.
Oleh karenanya, dengan adanya kejadian tiang listrik
itu, bisa menjadi pembuktian bahwa semua ini hanya dagelan belaka,”
ujarnya. Tak hanya itu, di era sekarang ini masyarakat juga seringkali
dididik untuk membuat bangunan-bangunan kebohongan. Hal itu serupa
dengan zaman Nabi Musa, dimana manusia membuat patung-patung berhala.
”Begitu
pula, sejarah sedikit demi sedikit diubah sampai masyarakat tidak sadar
dan mengingatnya lagi. Banyak hal yang terjadi bersamaan untuk tujuan
menghancurkan,” tambahnya. Meski kondisi saat ini penuh kekacauan, namun
Habib Anis tetap mengingatkan agar manusia tidak perlu panik.
Dia
meyakini segala sesuatu yang terjadi tak lain karena kehendak Allah.
”Nabi Muhammad dulu juga diberi wahyu sendirian di tengah kondisi
masyarakat yang kacau. Tapi, Nabi selalu punya keyakinan dan itulah yang
membuatnya menjadi terhubung dan dimudahkan jalannya,” terangnya.
Gus
Umar, pemateri dalam Suluk Maleman menambahkan, dalam menjalani
kehidupan setiap orang sebaiknya melakukan sesuatu bukan karena
keinginan melainkan dari sebuah keyakinan. Hal itu pulalah yang
diajarkan oleh leluhur sebagai sikap seorang waskita.
”Ada tiga
hal yakni waskita, waspada, dan wicaksana. Waskita mengajarkan agar kita
bisa membaca realitas baik tentang masa lalu, masa sekarang dan masa
depan,” ujarnya.
Yakin
Adapun waspada
mengajarkan untuk bagaimana bisa memilih sesuatu yang tepat. Barulah
kemudian dijalankan dengan wicaksana atau bijaksana, yakni pelan tapi
pasti atau istiqamah. ”Yakin dengan pilihannya,” katanya.
Dia pun
mencontohkan sikap itu seperti yang dimiliki oleh Gus Dur semasa
hidupnya. Gusdur, dikatakannya memiliki lima sikap yang mampu menjadi
treatment dalam mengatasi sikap keduniawiannya. ”Gusdur itu mandiri.
Sudah
merdeka dengan dirinya, makanya berani bersikap, selalu melakukan
karena keyakinan bukan keinginan, menggunakan bahasa kita bukan aku, dan
berjuang menggunakan cinta. Makanya, Gus Dur sudah mampu menyingkirkan
mental block-nya. Akal kalbunya bisa terbuka,” ujarnya.
Dalam
menjalani kehidupan yang serba pelik dan penuh tipudaya ini, Habib Anis
juga menganalogikan serupa saat Nabi Musa melawan tukang sihirnya
Firaun. Saat dihadapkan penuh dengan tipu daya, Nabi Musa diminta untuk
melemparkan apa yang ada di tangan kanannya.
”Padahal, kita tahu
tangan kanan simbol kebaikan. Maka dari itu berbuatlah kebaikan secara
terus menerus. Dan, sihir-sihir itu nantinya akan menghilang. Kalaupun
belum bisa berbuat kebaikan minimal kita tidak berbuat keburukan kepada
orang lain,” ujarnya.
Acara Suluk Maleman ituun semakin ramai
dengan selingan dari musik Sampak GusUran. Alunan musik beraliran religi
itu membuat ratusan hadirin di acara ngaji budaya semakin khidmat dalam
menyimak. Hingga kegiatan itu tak terasa baru rampung pada Minggu
(26/11) dini hari kemarin.
Sumber BErita : http://www.suaramerdeka.com/smcetak/detail/18252/Tragedi-Tiang-Listrik-Jadi-Berkah-Tersendiri