JEPARA DONOROJO – Puluhan pria mengarak usungan (ancak)
berisi aneka hasil bumi dan olahan makanan tradisonal berhias dari
iratan bambu tipis, oleh masyarakat Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo
menyebutnya “Jembul”. Terdapat dua jenis jembul yang mereka arak, yaitu
“Jembul Wadon” (perempuan) dan “Jembul Lanang” (laki-laki). Jembul Wadon
berukuran lebih kecil dan tidak menjulang, sedangkan Jembul Lanang
sebaliknya lebih besar dan menjulang (menggunung).
Di antara para pria yang mengarak jembul, juga ada yang mengarak
makanan dengan ditempatkan pada anyaman bambu dengan cara dipikul.
Terdapat pula barisan ibu-ibu dan penampilan kesenian tradisonal, serta
puluhan warga di bagian paling belakang. Arak-arakan jembul diarak dari
empat asal dusun, Krajan, Ngemplak, Winong, dan Drojo, menuju halaman
rumah petinggi dan disambut kesenian tayub.
Tampak sejak pagi, ribuan orang telah memadati sepanjang jalan
permukiman untuk menyaksikan upacara tradisi Jembul Desa Tulakan.
Tradisi ini diadakan berdasarkan pada kepercayaan masyarakat setempat
pada masa itu, oleh adanya sumpah dari Nyai Ratu Kalinyamat “Ora
pisan-pisan ingsun jengkar soko topo ingsun, yen ingsun durung biso
nganggo keset jambule Aryo Penangsang”.
Sumpah tersebut diterima dan dipahami oleh masyarakat Desa Tulakan
bahwa, kesetiaan, kecintaan dan pengbdian Sang Ratu terhadap suaminya
Sultan Hadlirin yang telah dibunuh oleh Aryo Penangsang, untuk
mewujudkan cita-citanya menegakkan kebenaran, keadilan, keamanan dan
ketertiban pada waktu itu.Nyai Ratu Kalinyamat dengan kesadaran dan
keikhlasannya yang tinggi, bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan
istana untuk mendapatkan keadilan dari Tuhan atas pembunuhan terhadap
suaminya tersebut, dengan bertapa di Bukit Donorojo atau kini disebut
Sonder.
Sebab itulah masyarakat Desa Tulakan terpanggil dan bergerak hatinya
untuk ikut memberikan bantuan secara moril. Yaitu dengan jalan
mengadakan upacara perayaan Jembul Tulakan yang rutin digelar setiap
Senin Pahing dibulan Apit (penaggalan jawa).
“Dalam perkembangan selanjutnya upacara atau perayaan Jembul Tukaan
dijadikan sarana sedekah bumi, yang melambangkan rasa syukur kepada
Tuhan atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, terhadap masyarakat Desa
Tulakan,” kata Petinggi Tulakan, Sutrisno, Senin (16/7).
Upacara Jembul Tulakan itu sendiri, dimulai dengan mencuci kaki
petinggi dengan kembang setaman. Setelah pencucian kaki petinggi,
dilakukan selamatan, dilanjutkan dengan acara mengitari Jembul sebanyak
tiga kali, yang merupakan inti dari proses Jembul Tulakan. Prosesi
mengitari jembul ini, dilakukan oleh petinggi diikuti oleh ledek atau
penari tayub dan para perangkat desa. Tiga hari sebelum tradisi Jembul
Tulakan tersebut dimulai, warga memggelar tradisi manganan. Yaitu,
selamatan dilanjutkan dengan makan bersama di kantor balai desa.
Hal senda juga dikatakan Bupati Jepara Ahmad Marzuqi. Tradisi sedekah
bumi adalah wujud terimakasih dan rasa syukur kepada sang pencipta atas
hasil bumi yang melimpah. Tradisi ini menurutnya, membuat Desa Tulakan
jadi satu lagi deretan tempat menarik untuk dikunjungi di Kabupaten
Jepara. “Jembul Tulakan yang merupakan satu di antara potensi wisata
budaya Kabupaten Jepara diharapkan dapat terus dilestarikan.
Syukur-syukur prosesi ini kedepan dapat dijadwalkan secara menarik,
sehingga menjadi daya tarik wisatawan,” ujar dia.
Sumber Berita : https://jepara.go.id/2018/07/16/jembul-tulakan-tradisi-turun-temurun-di-jepara/