KUDUS - Persentase kemiskinan di Kudus sampai dengan
tahun 2017 kecenderungan menurun 7,59 persen. Pada 2015 persentase
kemiskinan 7,73 persen, dan 2016 turun lagi menjadi 7,65 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik Kudus, Sapto Harjuli Wahyu melalui Kepala
Seksi Statistik Sosial Ida Sofriarini mengatakan, dari persentase
penduduk miskin di Karesidena Pati, Kabupaten Kudus paling kecil.
”Sedangkan di wilayah kabupaten lain seperti Pati persentase penduduk
miskin, 11,65 persen, Jepara (8,35 persen), Rembang (18,54 persen) Blora
(13,33 persen, dan Grobogan (13,57 persen),” katanya.
Dia menambahkna, parameter penduduk miskin dilihat dari garis kemiskinan
dengan standar survei pengeluaran makanan dan nonmakanan.
”Misalnya ukuran standar kemiskinan pendapatan dari Rp 373.224 per bulan
per orang (tahun 2017), sedangkan pada 2015 ukuran standar kemiskinan
ditetapkan sebesar Rp 328.404 per bulan per orang, dan 2016 naik menjadi
Rp 356.951per bulan per orang,” paparnya.
Sedangkan untuk standar survei pengeluaran makanan dihitung dari tingkat
konsumsinya masih di bawah 2.100 kilo kalori per kapita. ”Angka
tersebut didapatkan dari survei sosial ekonomi untuk mengetahui jumlah
kemiskinan di Kabupaten Kudus,” jelasnya.
Bahkan BPS memiliki standar 14 kriteria miskin, di antaranya luas lantai
bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter persegi per orang,
jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan, jenis
dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
Kemudian tidak memiliki fasilitas buang air besar, sumber penerangan
rumah tangga tidak menggunakan listrik, serta sumber air minum berasal
dari sumur, mata air tidak terlindung sungai dan air hujan.
Selanjutnya bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar,
arang, minyak tanah, hanya mengkonsumsi daging, susu, ayam dalam satu
kali seminggu, hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun, hanya
sanggup makan sebanyak satu, dua kali dalam sehari, tidak sanggup
membayar biaya pengobatan di puskesmas, poliklinik, sumber penghasilan
kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 meter persegi,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000 per bulan, pendidikan
tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat
SD,dan tidak memiliki tabungan, barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit, nonkredit, emas, ternak,
kapal motor, atau barang modal lainnya. ”Apabila minimal sembilan
variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga miskin,” katanya.
Sumber Berita : https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/103922/kemiskinan-di-kudus-turun