Jakarta, Kominfo – Solusi Inclusive Digital Economy (IDE) Hub
yang digagas oleh Pemerintah Republik Indonesia mendapatkan apresiasi
dari perwakilan negara-negara MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan,
Turki dan Australia). Solusi itu dinilai bisa mempercepat adopsi
teknologi digital untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial.
“Mereka
(pakar dan narasumber dari negara-negara MIKTA, red.) excited dengan
IDE Hub. Karena dengan berbagi kasus melalui portal IDE Hub, pemerintah
atau kepala negara anggota MIKTA bisa menemukan dan mengadopsi model
bisnis yag bisa menjadi rekomendasi untuk membangun ekonomi digital
untuk mengurangi gini ratio di negara masing-masing,” jelas Staf Khusus
Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Ekonomi Digital Lis Sutjiati
dalam Konferensi Pers usai MIKTA Expert’s Seminar on Inclusive Digital Economy (IDE) Hub di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (11/07/2018) siang.
Menurut
Lis Sutjiati, persoalan gini ratio atau kesenjangan ekonomi dihadapi
oleh seluruh negara, tidak hanya negara miskin saja. “Permasalahan
kesenjangan ekonomi dan sosial (umumnya diukur dengan Gini ratio)
merupakan masalah yang hampir selalu ditemui baik di kelompok negara
maju maupun berkembang. Bahkan negara kaya memiliki tantangan agar
bagaimana mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial karena persoalan
akses,” jelasnya.
IDE Hub merupakan inisiatif Indonesia dalam
bentuk portal yang berisikan berbagai informasi dan pengetahuan mengenai
mempercepat pengadopsian dan penerapan berbagai model bisnis ekonomi
digital yang inovatif yang bermanfaat untuk menekan kesenjangan ekonomi
dan sosial.
“Platform IDE Hub ini akan menjadi pendorong terciptanya ekonomi berbagi (sharing economy), digitalisasi tenaga kerja (workforce digitalization), dan inklusi keuangan (financial inclusion)
yang akan sangat bermanfaat bagi masyarakat piramida sosio-ekonomi
bawah, wiraswasta dan terutama usaha kecil dan menengah (UKM),” jelas
Staf Khusus Menteri Kominfo Bidang Ekonomi Digital, Lis Sutjiati.
Inisiatif
Indonesia untuk membangun IDE Hub berangkat dari gagasan tentang
pentingnya potensi ekonomi digital sebagai alat untuk menekan
kesenjangan ekonomi dan sosial dengan berpijak pengalaman di tanah air.
“Kita
melihat bagaimana unicorn di Indonesia memungkinkan setiap orang yang
berada dalam kelas ekonomi bawah memiliki akses dan variasi jenis
pekerjaan. Misalnya dengan Bukalapak atau Tokopedia mereka tak perlu
lagi punya ruko tapi bisa dapat pelanggan. Melalui GoJek banyak yang
bisa dilakukan oleh pelaku bisnis lama ojek, bisa kirim barang, antar
orang atau yang lainnya,” ungkap Lis Sutjiati.
Ke depan, Lis Sutjiati mengharapkan IDE Hub juga diharapkan menjadi sumberdaya bagi MIKTA Innovation Group,
sebuah kelompok kerja dalam MIKTA yang berfokuskan pada kolaborasi
kewirausahaan dan UKM untuk menjajaki berbagai peluang komersialisasi
ide bisnis baru dan inovatif.
“IDE Hub yang dibangun ini juga
berpotensi dimanfaatkan oleh anggota G20 di masa depan khususnya dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi inklusif, ekonomi berkelanjutan dan
konektivitas,” tambah Lis Sutjiati.
Bekerja sama dengan
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika
menyelenggarakan seminar untuk melakukan reviu atas inisiatif IDE Hub
ini. “Kami mengundang untuk meriviu dan mengetes sistem yang akan
diluncurkan. Apa saja yang perlu disesuaikan jika akan diimplementasikan
di negara-negara MIKTA. Mulai dari desain, parameter, dan outcome serta
bagaimana melakukan sosialisasi termasuk menyesuaikan regulasi agar
bisa mengadopsi dengan cepat inisiatif digital yang ada,” tambah Lis
Sutjiati.
Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral, Kementerian
Luar Negeri Febrian A. Ruddyard menyatakan pertemuan itu memang
ditargetkan untuk memperoleh masukan guna pengembangan dan penyesuaian
IDE Hub yang dikembangkan Kementerian Kominfo bersama konsultan
internasional PricewaterhouseCooper (PwC) sebagai knowledge partner.
“Melalui pertemuan ini kami mengharapkan untuk mendapatkan masukan kepada inisiatif Indonesia tentang pembangunan hub (portal) yang digunakan untuk mempromosikan adopsi model-model bisnis digital inovatif,” jelasnya.
Sementara
itu, Direktur Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar
Negeri, Mushin Syibab menyatakan Forum MIKTA merupakan sebuah kemitraan
lintas-regional yang beranggotakan Meksiko, Indonesia, Republik Korea,
Turki dan Australia, yang secara resmi didirikan pada September 2013
setelah Pertemuan Menteri Luar Negeri MIKTA ke-1 di sela-sela pertemuan
ke-68 Majelis Umum PBB.
“Dua pilar utama MIKTA adalah dalam hal
kerjasama ekonomi kreatif dan perdamaian global. Melalui IDE Hub ini
diharapkan terbangun kerjasama di pilar ekonomi kreatif, “ jelasnya.
Sebagai
forum konsultasi yang semua anggotanya juga merupakan anggota forum
G20, MIKTA telah mengadakan sebelas pertemuan menteri luar negeri,
berbagai pertemuan di tingkat pejabat dan teknis senior, dan
melaksanakan program pertukaran, dan lokakarya. MIKTA bercita-cita untuk
menjadi jembatan dan penentu-agenda dalam perubahan tatanan global.
Informalitas,
fleksibilitas dan keragaman merupakan kekuatan MIKTA selama ini.
“Karena prinsip-prinsip inilah memungkinkan anggotanya untuk bertukar
pikiran secara bebas dan mampu mengeksplorasi berbagai
terobosan-terobosan dalam membahas isu-isu global,” tambah Muchsin.
Dalam
pertemuan selama dua hari di Jakarta, sejumlah pembicara kunci yang
hadir antara lain Iskandar Simorangkir (Deputi I Makro Ekonomi dan
Keuangan, Kemenko Perekonomian), Pungki P. Wibowo (Kepala Departemen
Elektronifikasi & Gerbang Pembayaran Nasional, Bank Indonesia), Vivi
Alatas (Lead Economist, World Bank), Muhammad Fajrin Rasyid (Co-founder
and President, Bukalapak.Com), Lis Sutjiati (Staf Khusus Menteri
Kominfo).
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari dari Selasa
(10/09/2018) sampai Rabu (11/07/2018) dimoderatori oleh Sharly Rungkat
(PwC), Felia Salim (Financial Expert), Julian Smith (PwC) dan Yose Rizal
Damuri (Head of Department of Economis, CSIS).
Sumber Berita : https://www.kominfo.go.id/content/detail/13410/siaran-pers-no-137hmkominfo072018-tentang-mikta-apresiasi-solusi-ide-hub-untuk-tekan-kesenjangan-ekonomi-dan-sosial/0/siaran_pers