TRENGGALEK - Rerumputan lapangan Desa Tanggung Gunung, Tulungagung
masih basah oleh embun dan gerimis pagi. Bulir-bulir air menempel pada
kaca-kaca mini bus yang membawa rombongan Tim Desa Tangguh Bencana
(Destana) Tsunami 2019 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Meski dalam cuaca yang kurang bersahabat, rombongan tim tetap
bersemangat melanjutkan misi kemanusiaan.
Setelah singgah dan istirahat di Tulungagung selama satu malam, Tim
Humas BNPB bersama relawan Destana Tsunami 2019 BNPB meneruskan
perjalanan menuju Trenggalek, Jawa Timur, Sabtu (20/7). Sepanjang
perjalanan, iring-iringan kendaraan rombongan banyak melewati perbukitan
karst yang ditanami jati dan tanaman lainnya.
Kawasan selatan jalur Tulungagung menuju Trenggalek memang merupakan
ekosistem karst yang memiliki luas sekitar 53,5 ribu hektar. Kawasan
karst itu oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek dimanfaatkan sebagai
wilayah lindung, budidaya dan pariwisata.
Dalam dua jam perjalanan, rombongan tim tiba di Gua Lowo, yang
menjadi salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst Trenggalek untuk
pariwisata. Halaman Gua Lowo menjadi lokasi pelaksanaan tradisi serah
terima bendera Pataka meski dalam guyuran gerimis.
Kabupaten Trenggalek menjadi lokasi ke tujuh kegiatan Destana Tsunami
2019 yang mana di wilayah itu terdapat 14 desa di tiga kecamatan yang
rawan akan tsunami. Desa-desa tersebut di antaranya; Nglebeng, Banjar,
Wonocoyo, Besuki, Ngulungwetan, Ngulungkulon, Craken, Masaran,
Munjungan, Tawing, Bendoroto, Karanggandu, Prigi dan Tasikmadu.
Usai mendapatkan pengarahan, tiap tim relawan segera menyebar ke 14
desa tersebut. Tim Humas BNPB memilih bergabung dengan relawan untuk
memberi penyuluhan dan edukasi bencana di obyek wisata Pantai Prigi.
Kawasan yang selalu ramai tiap akhir pekan itu menjadi salah satu
maskot Kabupaten Trenggalek. Banyaknya wisatawan baik dari dalam maupun
luar kota menjadikan Pantai Prigi sebagai ladang uang bagi warga sekitar
melalui usaha warung makan, juru parkir, toilet umum, kafe hingga
penjualan souvenir.
Pengelolaan kawasan wisata ini dinilai cukup baik karena warga yang
membuka usaha di dalam kompleks telah mendapatkan edukasi bencana oleh
pemerintah daerah tersebut. Selain itu, obyek wisata ini juga berdiri
posko SAR sebagai pusat koordinasi dan keamanan oleh relawan dan
pemerintah daerah setempat.
"Dulu kami pernah ikut latihan (simulasi). Kalau ada bunyi
'nguing-nguing' ya lari sesuai arahan petugas yang di posko," ujar
Lismani, pedagang ikan asap Pantai Prigi.
Hal senada juga diungkapkan Kanah, wanita paruh baya yang membuka
kedai kopi dan minuman ringan di kawasan obyek wisata Pantai Prigi.
"Ya sudah pernah (simulasi). Ya dulu disuruh lari kalau ada bencana tsunami", ujarnya.
Selain edukasi bencana 'jemput bola' di 14 desa, kegiatan penyuluhan
juga dilakukan dengan mengumpulkan para perangkat dan kepala desa di
Pantai Prigi.
Penyuluhan tersebut dilakukan untuk mendapatkan data dari tiap-tiap
desa dengan tingkat kerawanannya masing-masing. Nantinya hasil itu akan
dihimpun oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk dijadikan
penilaian tiap desa agar mampu menerapkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 8357:2017.
Melalui penerapan SNI 8357:2017 dan Ekspedisi Destana Tsunami 2019,
tiap desa/kelurahan diharapkan dapat memperkuat ketangguhan masyarakat
di daerah rawan bencana serta dapat mengurangi resiko yang terjadi
akibat yang ditimbulkan dari bencana seperti menimbulkan penderitaan,
peningkatan jumlah penyandang disabilitas dan hilangnya nyawa, kerugian,
dan kerusakan asset orang-perorangan/ swasata/negara.
Tim Ekspedisi Destana Tsunami 2019 akan melanjutkan misi kemanusiaan
di Kabupaten Pacitan, sekaligus sebagai penutupan untuk segmen Jawa
Timur pada hari, Minggu (21/7). Acara akan dipusatkan di Bumi Perkemahan
Pancer Dor sekaligus memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh pada
tanggal 23 Juli 2019.
Sumber : https://bnpb.go.id/sukses-di-trenggalek-destana-tsunami-2019-akan-menutup-segmen-jatim-di-pacitan