SEMARANG – Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan (BBPOM) di Semarang dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,
berupaya menekan peredaran Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat
(BKO). Hal itu agar masyarakat bisa lebih aman dalam mengonsumsi,
mengingat kandungan BKO berbahaya bagi masyarakat yang mengonsumsi.
Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pemerintahan dan
Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jateng Haerudin mengatakan, pihaknya
bersama BBPOM berupaya mengurangi peredaran obat tradisional mengandung
BKO.
“Beberapa kasus disampaikan BBPOM, bahwa masyarakat itu
sering merasa mengonsumsi obat tersebut dianggap lebih manjur. Padahal
jangka panjangnya amat berbahaya,” kata Haerudin, seusai membuka
Perkuatan Sinergitas Pentaheliks dalam Edukasi Bahaya Obat Tradisional
Mengandung BKO, di Hotel Santika Semarang, Senin (28/11/2022).
Menurutnya, Pemprov Jateng akan mendorong peningkatan
sosialisasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, sejumlah pihak yang
hadir dalam kegiatan, seperti lembaga masyarakat, Dharma Wanita
Persatuan, BKOW, PKK, dan lainnya, bisa bersama menyosialisasikan dan
menyampaikannya ke masyarakat Jateng.
Ditambahkan, pihaknya dan BBPOM serta pihak terkait
lain, dituntut mengintensifkan pengawasan. Namun yang tidak kalah
penting adalah, masyarakat mesti mendapat edukasi tentang berbahayanya
bahan kimia pada obat, yang dicampur pada obat tradisional.
“Kami lakukan bersama dan BBPOM sudah terus melakukan
pengawasan, dan juga edukasi, sosialisasi, dan partisipasi masyarakat.
Karena wilayah Jateng terdiri 35 kabupaten/ kota. Di kabupaten/ kota itu
ada yang memproduksi obat tradsional. Ini kebanyakan lokal, karena
kondisi kearifan lokal memproduksi masing-masing. Saya kira masyarakat
harus dilibatkan, berupa pencegahan maupun penanganan masalah ini,”
ujarnya.
Kepala BBPOM Semarang Sandra MP Linthin mengatakan, saat
ini masih banyak beredar jamu atau obat yang mengandung BKO. Kondisi
tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama. Menurutnya, jamu tidak boleh
ditambahkan bahan kimia obat. Sebab, jamu dipakai bukan untuk mengobati,
tapi untuk memelihara kesehatan.
“Kenapa ini ditambahkan kimia obat? karena ini dibuat
oknum yang tidak bertanggung jawab. Sehingga kelihatannya jamu atau obat
tradisional ini manjur, cespleng. Padahal yang bikin manjur, cespleng
ini ditambahkan obat dua sampai tiga kali di atas dosis dokter,” ungkap
Sandra.
Dengan demikian, terang dia, jika obat diberikan maka
bisa memberikan dampak negatif pada kesehatan yang sangat besar. Seperti
gagal ginjal, kerusakan hati, kanker, dan sebagainya. Maka, Sandra
berharap peran sinergitas pentaheliks sesuai dengan kewenangan
masing-masing. Pasalnya, pembinaan terhadap pelaku usaha bukan hanya di
BPOM, tapi ada juga pemda, media, dan lainnya.
Pada tahun ini, pihaknya juga telah bertindak tegas
dengan memproses hukum para pembuat obat yang bandel. Total sampai bulan
ini ada sekitar lima perkara yang dinaikkan ke ranah hukum.
“Jadi penyidik PNS saya sudah menaikkan ini ke ranah
hukum. Ini tentunya sudah dilakukan pembinaan, tapi masih tetap bandel,
sehingga kita naikkan ke ranah hukum,” terang Sandra.
Diterangkan, total obat tradisional mengandung BKO yang
disita sudah ada ratusan ribu pieces. Kasus pelanggaran itu ada yang
tidak dinaikkan ke ranah hukum, karena mereka tidak tahu, sehingga baru
diberikan pembinaan.
Sandra menyampaikan, BBPOM Semarang juga mempersilakan masyarakat mengadu bila menemukan obat yang mengandung BKO. Mereka bisa menghubungi nomor telepon 024-7612324, WhatsApp layanan informasi di 0812 2569 4252, layanan sertifikasi 0812 2770 1941, layanan pengujian 0813 2675 9688, atau bisa men-download aplikasi BPOM Mobile.