Sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Rembang,
penurunan kemiskinan dari tahun ke tahun sejak 2013 berkisar di angka 0
hingga 1 persen. Penurunan paling banyak terjadi di tahun 2014 sebesar
1,47 persen.
Di masa pemerintahan Bupati Abdul Hafidz dan Wakil Bupati Bayu Andriyanto, tahun lalu angka kemiskinan juga mengalami penurunan. Persentasenya 0,19 persen atau dari 18,54 pada 2016 menjadi 18,35 pada 2017. Dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 115,19 ribu.
Kasi Statistik Sosial BPS Kabupaten Rembang Chaerul Anwar melalui stafnya Faisal Luthfi Arief menjelaskan, persentase didapat dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah penduduk didapat dari garis kemiskinan berdasarkan rata-rata pengeluaran per kapita.
”Acuan kita memang pengeluaran. Kalau pendapatan susah karena masyarakat ketika disurvei susah mengungkapkannya. Pengeluaran itu menggambarkan pendapatannya,” jelasnya.
Dari data yang ada, pengeluaran per kapita setiap tahunnya naik. Tahun lalu misalnya, pengeluaran naik menjadi Rp 354.440 dari Rp 338.986 pada 2016. Jika dilihat per tahun, memang ada penurunan angka kemiskinan. Namun pertumbuhan antar tahun termasuk lambat.
Dalam beberapa kesempatan, Bupati Rembang Abdul Hafidz menyatakan pemkab tetap optimis bisa menurunkan kemiskinan dari 18 persen menjadi 11 persen. Dia mengakui target itu berat.
Karena rata-rata penurunan angka kemiskinan, baik di Rembang atau di kabupaten lain per tahunnya berkisar satu persen. Pemerintahannya akan mengoptimalkan semua potensi yang ada. Seperti sektor pertanian, kelautan dan tambang.
”Pemkab sudah petakan semua potensi yang ada. Bahkan, panen di Rembang setiap tahun surplus. Kalau kita maksimalkan semua, angka 11 persen itu tidak mustahil,” ungkapnya.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Rembang Joko Suprihadi mengakui progres penurunan kemiskinan masih minim. Namun capaian keseluruhan harus dilihat setelah lima tahun pemerintahan Hafidz – Bayu.
Joko justru belum melihat optimalisasi di sektor pertanian dan kelautan, khususnya intervensi pemkab dari sisi anggaran. Harusnya optimalisasi pertanian tak hanya mengandalkan embung. Harus ada pembuatan sungai-sungai untuk menjangkau irigasi pertanian.
”Contohnya harus diperbanyak anggaran untuk demplot. Sehingga para petani tinggal mengekor hasilnya. Untuk nelayan, perlu adanya spotting dari nelayan kecil ke besar. Sehingga wilayah tangkap nelayan bisa lebih jauh,” jelasnya.
Sumber Berita : https://www.jawapos.com/radarkudus/read/2018/02/27/52965/pemkab-singgung-angka-kemiskinan-hanya-turun-262-persen
Di masa pemerintahan Bupati Abdul Hafidz dan Wakil Bupati Bayu Andriyanto, tahun lalu angka kemiskinan juga mengalami penurunan. Persentasenya 0,19 persen atau dari 18,54 pada 2016 menjadi 18,35 pada 2017. Dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 115,19 ribu.
Kasi Statistik Sosial BPS Kabupaten Rembang Chaerul Anwar melalui stafnya Faisal Luthfi Arief menjelaskan, persentase didapat dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah penduduk didapat dari garis kemiskinan berdasarkan rata-rata pengeluaran per kapita.
”Acuan kita memang pengeluaran. Kalau pendapatan susah karena masyarakat ketika disurvei susah mengungkapkannya. Pengeluaran itu menggambarkan pendapatannya,” jelasnya.
Dari data yang ada, pengeluaran per kapita setiap tahunnya naik. Tahun lalu misalnya, pengeluaran naik menjadi Rp 354.440 dari Rp 338.986 pada 2016. Jika dilihat per tahun, memang ada penurunan angka kemiskinan. Namun pertumbuhan antar tahun termasuk lambat.
Dalam beberapa kesempatan, Bupati Rembang Abdul Hafidz menyatakan pemkab tetap optimis bisa menurunkan kemiskinan dari 18 persen menjadi 11 persen. Dia mengakui target itu berat.
Karena rata-rata penurunan angka kemiskinan, baik di Rembang atau di kabupaten lain per tahunnya berkisar satu persen. Pemerintahannya akan mengoptimalkan semua potensi yang ada. Seperti sektor pertanian, kelautan dan tambang.
”Pemkab sudah petakan semua potensi yang ada. Bahkan, panen di Rembang setiap tahun surplus. Kalau kita maksimalkan semua, angka 11 persen itu tidak mustahil,” ungkapnya.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Rembang Joko Suprihadi mengakui progres penurunan kemiskinan masih minim. Namun capaian keseluruhan harus dilihat setelah lima tahun pemerintahan Hafidz – Bayu.
Joko justru belum melihat optimalisasi di sektor pertanian dan kelautan, khususnya intervensi pemkab dari sisi anggaran. Harusnya optimalisasi pertanian tak hanya mengandalkan embung. Harus ada pembuatan sungai-sungai untuk menjangkau irigasi pertanian.
”Contohnya harus diperbanyak anggaran untuk demplot. Sehingga para petani tinggal mengekor hasilnya. Untuk nelayan, perlu adanya spotting dari nelayan kecil ke besar. Sehingga wilayah tangkap nelayan bisa lebih jauh,” jelasnya.
Sumber Berita : https://www.jawapos.com/radarkudus/read/2018/02/27/52965/pemkab-singgung-angka-kemiskinan-hanya-turun-262-persen