Dalam pemaparannya, Menkeu menyebutkan
bahwa meskipun aktivitas riil perekonomian dunia mengalami tekanan pada
semester I tahun 2019 dengan meningkatnya ketegangan perang dagang,
pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2019 diperkirakan akan tetap
positif. Konsumsi rumah tangga diproyeksikan mencapai 5,3%, meningkat
dari realisasi semester I 2018. Hal ini dapat tercapai karena inflasi
yang rendah dan penyaluran bantuan sosial yang tepat sasaran dan tepat
waktu. Tingkat inflasi sampai dengan semester I tahun 2019 mencapai 3,3%
(yoy), relatif terjaga pada kisaran target +- 1%.
"Secara keseluruhan, angka inflasi masih
akan terkendali di bawah target asumsi APBN 2019. Tetapi Pemerintah
tetap perlu waspada kemungkinan tingginya curah hujan dan kenaikan harga
ICP (Indonesian Crude Price) pada Semester II Tahun 2019," lanjut
Menkeu. Meningkatnya curah hujan diperkirakan akan menyebabkan panen dan
jalur distribusi terhambat.
Nilai tukar rupiah mengalami trend
peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar Rp14.197 per USD, di
bawah target dalam asumsi makro APBN 2019 sebesar Rp15.000 per USD.
Menguatnya nilai tukar rupiah pada semester I diperkirakan akan terus
berlanjut hingga semester II karena tidak adanya kenaikan suku bunga
oleh Bank Sentral Amerika (The Fed). Namun, jika The Fed kembali
menaikkan suku bunganya di akhir tahun mungkin nilai tukar rupiah akan
kembali melemah pada semester II 2019.
Selain adanya faktor risiko perang dagang
dan ketatnya likuiditas dalam negeri, suku bunga SPN 3 bulan juga ikut
terpengaruh oleh kebijakan The Fed yang pada akhir 2018 menaikkan suku
bunganya sehingga kenaikan suku bunga SPN 3 bulan pada semester I 2019
mencapai 5,8%, naik dibandingkan target APBN 2019 sebesar 5,3%.
Pergerakan harga minyak mentah Indonesia
(ICP) pada semester I 2019 mencapai US$63/barel dari asumsi ekonomi
makro sebesar US$70/barel. Lifting minyak pada semester I mencapai titik
terendah, yaitu hanya sebesar 755 ribu barel per hari dari target
sebesar 775 ribu barel per hari pada APBN 2019. Persoalan klasik masih
mewarnai produksi minyak nasional, yaitu sumur minyak yang sudah tua dan
berkurang produktivitasnya, kapasitas kilang minyak yang terbatas,
serta kandungan air yang menyebabkan produksi berkurang pada kilang
Offshore North West Java. Lifting gas yang mencapai 1.054 ribu barel per
hari juga masih berada di bawah target APBN sebesar 1.250 ribu barel
per hari.